Rabu, 07 Januari 2009

Analisis abnormalitas tanaman kelapa sawit

58
Menara Perkebunan, 2001 69(2), 58-70
Analisis abnormalitas tanaman kelapa sawit
(Elaeis guineensis Jacq) hasil kultur jaringan dengan teknik
Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD)
Analysis abnormalities of oil palm (Elaeis guineensis Jacq) from tissue culture
by Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD)
Nurita TORUAN-MATHIUS1) , Saro Ina Ita BANGUN2) &
MARIA-BINTANG3)
1) Unit Penelitian Bioteknologi Perkebunan, Bogor 16151, Indonesia
2) Jurusan Biologi, Universitas Nasional, Jakarta
3) Jurusan Biologi, Institut Pertanian Bogor, Bogor
Summary
Problem in oil palm propagation through
tissue culture is the abnormality of reproductive
organs i.e. female flowers and mantle fruits are in
the same plants or clones. Various abnormalities
obtained between clones, and could only be
identified after fruit formation. The experiment
was conducted to analyze genetic similarities of
normal and abnormal genotypes in the same and
among clones, and also to get a specific RAPD
band as a marker for abnormalities. Six clones of
oil palm (16 genotypes) of 5-year old MK152,
MK203, MK209 and MK212 with normal fruits,
female flowers, and abnormal fruits (heavy
mantled), grown in the field, while two other
clones were MK 104 and MK 176 with normal
fruits and heavy mantled. PCR reaction to
amplify DNA of 16 genotypes using 15 random
primers. Genetic similarities and dendogram
were done by NTSYS-pc, while honestly value of
UPGMA analyzed by boostrap with WinBoot
program. The results showed that OPC-07,
OPC-09, OPW-19 and SC10-19 were able to
determine the differences of normal and
abnormal genotypes in the same clone of six
clones tested. While other primers were only
able to differentiate between normal and
abnormal genotypes only in several clones.
Genetic similarities among 16 genotypes tested
were around 0.47-0.96. Genetic similarities
between normal genotype were higher than that
of among abnormal genotypes. MK176 clone
was more stable in culture as compare to other
clones. UPGMA showed that in generaly normal
genotypes and abnormal one, in the same
clones belongs to the same group. The results of
principalcomponent analysis showed that from 15
primers tested no specific DNA band could be
used as a marker for abnormalities. To obtaine
have DNA markers, a more sensitive technique
for DNA analysis is needed.
[Key words:Elaeis guineensis, fruit abnormalities,
flower abnormalities, somaclonal
variation, RAPD marker, genetic
similarity, UPGMA analysis]
Ringkasan
Masalah yang dihadapi dalam perbanyakan
tanaman kelapa sawit dengan teknik kultur
jaringan adalah abnormalitas organ reproduktif
yaitu terbentuknya bunga jantan dan buah mantel
dalam klon yang sama. Terjadinya abnormalitas
sangat beragam, dan teridentifikasi setelah
tanaman berbuah. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui kesamaan genetik serta pengelompokan
antar genotipe normal dan abnormal
dalam klon yang sama maupun antar klon, serta
menetapkan pita DNA penciri untuk abnormalitas
dengan RAPD. Enam klon kelapa sawit(16
genotipe) berumur 5 tahun yaitu MK152,
MK203, MK209, dan MK212 masing-masing
dengan genotipe berbuah normal, berbunga
jantan, dan berbuah abnormal (mantel berat). Dua
59
Analisis abnormalitas tanaman kelapa sawit……
klon lainnya yaitu MK104 dan MK176 masingmasing
terdiri dari genotipe berbuah normal dan
mantel berat. Reaksi PCR untuk mengamplifikasi
DNA contoh dilakukan menggunakan 15 primer
acak. Kesamaan genetik dan pembuatan
fenogram dilakukan dengan program
NTSYS-pc. Sedang tingkat kepercayaan
UPGMA ditetapkan dengan analisis
bootstrap menggunakan program WinBoot.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa
primer OPC-09, SC10-19, OPC-07 dan
OPW-19 mampu membedakan genotipe
normal dan abnormal dalam klon yang sama
untuk keenam kon yang diuji. Sedang primer
lainnya hanya mampu menunjukkan
perbedaan antar genotipe normal dan
abnormal dalam beberapa klon saja.
Kesamaan genetik antar 16 genotipe yang
diuji berkisar antara 0,47-0,96. Kesamaan
genetik antar genotipe normal lebih tinggi
dibandingkan dengan kesamaan genetik
antar genotipe abnormal. Klon MK176
lebih stabil dalam kultur dibandingkan
dengan klon lainnya. UPGMA menunjukkan
bahwa umumnya genotipe normal dan
abnormal dalam klon yang sama berada
dalam satu grup. Hasil analisis komponen
utama menunjukkan bahwa dari 15 primer
yang diuji belum mampu menghasilkan pita
DNA penciri untuk abnormalitas. Untuk
mendapatkan pita DNA penciri, perlu
dilakukan analisis DNA dengan teknik yang
lebih sensitif untuk mendeteksi perubahan
satu basa oligonukleotida
Pendahuluan
Salah satu yang umum ditemukan pada
klon kelapa sawit yang dihasilkan dari kultur
jaringan adalah terjadinya perubahan 10-
40% ke arah abnormalitas pada organ
reproduktif yaitu bunga dan buah. Dalam
proses abnormalitas ini terjadi konversi satu
atau lebih primordial anter menjadi karpel
tambahan yang lunak dan berkembang
menjadi buah mantel (Corley et al., 1986).
Hal yang sangat ekstrim dari abnormalitas
ini adalah tidak terbentuknya buah karena
tandan buah dipenuhi oleh bunga jantan atau
buah bermantel berat yang menyebabkan
hilangnya produksi. Tidak adanya kualitas
kontrol yang efektif untuk abnormalitas pada
produksi, dan belum lengkapnya pemahaman
mengenai penyebab abnormalitas
di dalam perkembangan kultur in vitro
berakibat pada tertundanya upaya untuk
memproduksi bibit unggul kelapa sawit
secara klonal.
Untuk mengatasi masalah tersebut
dalam beberapa tahun terakhir ini beberapa
kelompok peneliti dari Inggris, Malaysia,
Kolombia dan Papua New Guinea telah
melakukan kajian dan penelitian untuk
menyempurnakan protokol teknik kultur
jaringan yang digunakan untuk
memproduksi bibit klonal yang unggul.
Penyempurnaan dilakukan dengan tujuan
menekan abnormalitas.
Ada beberapa pendapat mengenai
terjadinya abnormalitas pada tanaman kelapa
sawit hasil kultur jaringan, perubahan
tersebut dapat bersifat genetik (Rao &
Danough, 1990), gangguan ekspresi gen
diakibatkan fitohormon (Jones, 1991 &
Paranjothy et al., 1993), struktur kalus
(Pannetier et al., 1981; Ahee et al., 1981 &
Duran-Gasselin et al., 1993) lamanya
subkultur dan umur kalus (Paranjothy et al.,
1993), tekanan seleksi yang dipakai, jenis
eksplan yang digunakan, level ploidi sumber
eksplan dan kecepatan proliferasi kalus
(Skirvin et al., 1984; Karp, 1995). Larkin &
Scowcroft (1991) menyatakan bahwa variasi
pada tanaman yang diregenerasi dari kultur
jaringan disebut sebagai variasi somaklonal.
Variasi somaklonal kemungkinan
disebabkan ketidakaturan mitotik yang
berperan dalam terjadinya ketidakstabilan
kromosom, terjadi amplifikasi atau delesi
seperti inaktif gen atau aktif kembali gengen
silent. Peschke & Philips (1992)
menyatakan bahwa beberapa tipe utama
60
Toruan-Mathius et al.
variasi genetik somaklonal adalah aberasi
kromosom, aktivitas elemen transposon, dan
terjadinya metilasi DNA. Frekuensi variasi
somaklonal tergantung pada cara regenerasi
planlet. Planlet yang diregenerasi dari kalus
yang tidak terorganisir lebih bervariasi
dibandingkan dengan kalus yang terorganisir,
sebaliknya hanya sedikit terjadi
pada planlet yang diregenerasi langsung
tanpa melalui fase kalus (Mohan & De
Klerk, 1998; Bouman & De Klerk, 1996).
Menurut Meyer et al. (1994) pada tanaman
tinggi metilasi sitosin yang berat memegang
peranan penting dalam ekspresi gen selama
dalam perkembangan dan diferensiasi. Pola
hiper dan hipometilasi DNA yang diinduksi
dalam sistem kultur dapat ditransmisikan ke
tanaman hasil regenerasi dari kultur tersebut.
Dalam medium yang mengandung auksin
dengan konsentrasi tinggi, metilasi
mengalami peningkatan.
Beberapa penelitian dengan pendekatan
molekuler telah dilakukan untuk
memahami masalah abnormalitas pada klonklon
kelapa sawit di antaranya dengan teknik
Random Amplified Polymorphic DNA
(RAPD). Nuhaimi-Haris & Darussamin
(1997) telah menemukan bahwa beberapa
nomor primer acak dari ABI (Bresatec,
Australia) dan OP (Operon, USA) yang
digunakan dalam analisis RAPD mampu
membedakan antar individu tanaman kelapa
sawit yang berbuah normal dan abnormal
dari klon yang sama, khususnya beberapa
nomor dari klon SOC, MK, LMC dan BC.
Namun, tidak ditemukan pita DNA spesifik
yang dapat membedakan tanaman yang
berbuah normal dengan yang abnormal
secara universal. Nurhaimi-Haris (1998)
mendeteksi perbedaan genetik beberapa
nomor klon SOC, LMC, dan MK tanaman
kelapa sawit yang berbuah normal dan
abnormal serta melakukan analisis
pengelompokan klon-klon tersebut berdasarkan
analisis RAPD. Pada penelitian ini
digunakan 12 macam primer acak dari
Bresatec, Australia yaitu Abi 117.13, Abi
117.16, Abi 117.17, Abi 117.18, Abi 117 19,
Abi 117.20, Abi 117.21 dan primer OPB 04,
OPB07, OPB20, OPH03, dan OPC05 dari
Operon, USA. Hasil yang diperoleh
menunjukkan bahwa ada kecenderungan
individu tanaman yang berbuah normal dan
tidak normal dari satu klon yang sama
berada dalam satu kelompok. Diperoleh juga
bahwa klon SOC mempunyai variasi genetik
lebih tinggi dibandingkan dengan klon LMC
dan MK. Hal ini menunjukkan bahwa klon
SOC cenderung tidak stabil apabila
diperbanyak secara in vitro.
Penelitian ini bertujuan mendapatkan
informasi yang lebih jauh mengenai
pemanfaatan RAPD untuk menganalisis
keragaman genetik, pengelompokan
genotipe yang diuji (normal dan tidak
normal), menetapkan klon yang lebih stabil
di dalam kultur, maupun menetapkan pita
pembeda antar klon-klon kelapa sawit yang
berbuah normal dan abnormal.
Bahan dan Metode
Bahan tanam
Bahan tanaman yang digunakan dalam
penelitian ini adalah enam klon kelapa sawit
berumur 5 tahun yang dipelihara di Kebun
Percobaan milik Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi, Ciampea, Bogor.
Bahan tanaman ini hasil perbanyakan
dengan kultur jaringan, Balai Penelitian
Marihat, Pematang Siantar. Empat klon
yaitu MK152, MK209, MK212 dan MK203,
masing-masing terdiri dari individu tanaman
yang berbunga jantan, berbuah
abnormal(buah mantel berat) dan normal.
Dua klon yaitu MK176, MK104, masingmasing
terdiri dari genotipe berbuah normal
dan abnormal (Gambar 1 & 2). Seluruh
contoh yang dianalisis adalah sebanyak 16
genotipe.
61
Analisis abnormalitas tanaman kelapa sawit……
Gambar 1. Buah kelapa sawit dari tanaman klonal hasil kultur jaringan (a) buah normal; (b) buah mantel
ringan; (c) buah mantel berat; (d) buah normal dan penampang melintang (d2 &3); (e) penampang
melintang dan membujur buah matel ringan (e1 & 2) dan buah normal (e3 &4); (f) buah mantel
berat-bersayap (f1), penampang melintang (f2) dan tampak atas (f3).
Figure 1. Oil palm fruits of clonal plant from tissue culture (a) normal fruit; (b) light mantled fruit; (c) heavy
mantled fruit; (d) normal fruit and cross section (d2 & 3); (e) cross section and longitudinal light
mantled fruit (e1 &2) and normal fruit (e3 & 4); (f) heavy mantled fruit-wings (f1), cross section (f2)
and upper part (f3)
Gambar 2. (a) Buah kelapa sawit mantel berat bersayap; (b) bentuk buah bersayap; (c) bunga
jantan; (d) bunga jantan steril
Figure 2. Oil palm fruit heavy mantled wings; (b) performance of wings fruit; (c) famale flower;
(d) sterile famale flower
62
Toruan-Mathius et al.
Isolasi DNA genom dan reaksi PCR
DNA diekstraksi dari daun muda
sebanyak 0,3 g dari klon enam MK normal
dan abnormal menurut metode Orozco
Castillo et al. (1994) yang telah dimodifikasi
Toruan–Mathius & Hutabarat (1996).
Pengujian kualitas dan kuantitas DNA
dilakukan menurut Sambrook et al. (1989).
Amplifikasi DNA dengan PCR berdasarkan
metode William et al. (1990). Reaksi PCR
sebanyak 25 μL mengandung 50 ng DNA
genomik dari masing-masing contoh yang
diuji, 1 Unit Taq polimerase, dATP, dCTP,
dGTP, dan dTTP masing-masing dengan
konsentrasi 0,1 mM. Untuk mencegah penguapan
pada saat reaksi berlangsung maka
contoh dilapisi dengan 25mL mineral oil.
Reaksi amplifikasi dilakukan menggunakan
alat Thermal Cycler (Thermolyne,
Amplitron-I) yang diprogram satu siklus
denaturasi awal pada suhu 940C selama
2 menit, diikuti dengan 45 siklus yang
terdiri atas denaturasi pada suhu 940C
selama 1 menit, anealing pada suhu 360C
selama 1 menit dan ekstensi pada suhu 720C
selama 4 menit.
Produk amplifikasi difraksinasi dengan
1,4% gel agarosa menggunakan elektroforesis
dalam 1X bufer TAE dan migrasi
dijalankan pada 50 volt selama 1 jam
15 menit. Gel diberi pewarnaan dengan
5lg/mL EtBr, kemudian dicuci dengan
akuades. Hasil elektroforesis divisualisasikan
dengan UV transiluminator dan
didokumentasi dengan film Polaroid 665.
Untuk memperoleh primer yang
mampu menghasilkan pita dalam jumlah
banyak dan tegas, pada tahap awal dilakukan
seleksi terhadap 40 primer acak 10-mer
(Operon Alameda Tech). Selanjutnya
primer yang terpilih digunakan dalam
percobaan analisis RAPD pada klon kelapa
sawit dengan genotipe normal dan
abnormal.
Analisis Data RAPD
Untuk menentukan kesamaan genetik
antar genotipe yang dianalisis, seluruh pita
DNA yang polimorfik ditetapkan dengan
ada (1) dan tidaknya (0) pita yang sama. Pita
fragmen DNA yang dibaca dari hasil
elektroforesis adalah yang tergolong tajam
dan medium. Kesamaan antar genotipe
ditentukan menurut Nei & Li (1979).
Pengelompokan data matriks dan pembuatan
dendogram dilakukan dengan metode
Unweighted Pair-Group Method With
Arithmetic (UPGMA), fungsi Similarity
Qualitative (SIMQUAL) menggunakan
program komputer NTSYS-pc (Rohlf,
1993).Tingkat kepercayaan dari dendogram
berdasar UPGMA ditentukan melalui
analisis bootstrap menggunakan program
WinBoot dengan pengulangan 2000 kali
(Yap & Nelson, 1996).
Diagram pencar dua dimensi dibuat
berdasarkan analisis komponen utama
(AKU) yaitu analisis yang mereduksi
banyaknya peubah asal menjadi beberapa
peubah baru yang dapat menjelaskan
keragaman data asal, menggunakan program
MINITAB 11.12.
Hasil dan pembahasan
Dari 40 primer yang diseleksi,
terpilih 15 primer yang mampu memberikan
pita DNA sekitar 3-14 untuk masing-masing
primer. Amplifikasi DNA dengan 15 primer
yang digunakan menghasilkan fagmen DNA
dengan berat molekul berkisar antara 200-
2500 pb. Hasil yang diperoleh menunjukkan
bahwa primer OPC-07,OPC-09, SC10-19
dan OPW-19 mampu menunjukkan perbedaan
genotipe yang berbuah normal dan
tidak normal pada masing-masing klon yang
diuji yaitu MK152, MK209, MK212,
MK203, MK176, dan MK104. Sedang OPH-
18 hanya mampu membedakan genotipe
berbuah normal dan tidak normal pada klon
63
Analisis abnormalitas tanaman kelapa sawit……
MK176. Primer lainnya umumnya juga
mampu menunjukkan perbedaan genotipe
tanaman normal dan abnormal dalam satu
klon yang sama, pada beberapa klon yang
diuji. Perbedaan pola pita DNA klon MK212
dan MK104 dengan genotipe normal dan
abnormal dapat terdeteksi dengan 11 primer
(Tabel 1). Salah satu contoh hasil
amplifikasi DNA genotipe yang diuji
disajikan dalam Gambar 3.
Dari hasil yang diperoleh tampak bahwa
perbedaan antar genotipe tanaman yang
berbuah normal dan abnormal dalam satu
klon hanya dibedakan oleh satu atau
beberapa pita DNA. Pita DNA pembeda
tersebut tidak sama untuk masing-masing
klon, yang menyebabkan sangat sukar untuk
menentukan perbedaan pola pita DNA
genotipe normal dan tidak normal antar klon
yang diuji. Hal tersebut menunjukkan
bahwa adanya perbedaan fragmen DNA
yang mencirikan abnormalitas pada masingmasing
klon. Diduga abnormalitas
disebabkan oleh adanya perubahan susunan
oligonukleotida pada untai DNA yang
terjadi secara acak, dan berbeda untuk
masing-masing klon. Darussamin dan
Nurhaimi-Haris (1997) dan Nurhaimi-Haris
(1998) menemukan hal yang sama pada
beberapa klon SOC, LMC dan MK
(58,60,70 dan 87).
No.
Primer
Primers
Sekuen primer
Primers sequences
5’...............3’
Klon yang genotipe normal dan abnormalnya yang
dapat dibedakan
Clones with normal and abnormal genotypes can be
differentiate
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
OPA-02
OPA-04
OPB-05
OPB-06
OPC-07
OPC-02
OPC-08
OPC-09
OPE-14
OPH-18
OPW-19
OPN-16
OPN-18
SC10-19
SC10-20
TGC CGA GCTG
AAT CGG GCTG
TGC GCC CTTC
TGC TCT GCCC
GTC CCG ACGA
GTG AGG CGTC
TGG ACC GGTG
CTC ACC GTCC
TGC GGC TGAG
GAA TCG GCAA
CAA AGC GCTC
AAG CGA CCTG
GGT GAG GTCA
CGT CCG TCAG
ACT CGT AGCC
MK104, MK152.
MK152,
MK176, MK203, MK209, MK212.
MK104, MK212.
MK104, MK203, MK209, MK212.
MK104, MK152, MK176, MK203, MK209, MK212.
MK104, MK152, MK212.
MK104, MK203, MK209, MK212.
MK104, MK152, MK176, MK203, MK209, MK212.
MK104, MK152, MK209, MK212.
MK176.
MK104, MK152, MK176, MK203, MK209, MK212.
MK152, MK176, MK209, MK212.
MK152, MK209.
MK104, MK152, MK176, MK203, MK209, MK212.
Tabel 1. Primer yang mampu membedakan genotipe normal dan abnormal pada klon kelapa sawit yang sama.
Table 1. Primers which was able to differentiate normal and abnormal genotypes in the same clones of oil
palm
64
Toruan-Mathius et al.
Gambar 3. Dendogram 16 genotipe klon kelapa sawit hasil analisis kluster berdasarkan
pola pita DNA dengan metode UPGMA menggunakan 15 primer
Figure 3. Dendogram of 16 genotypes of oil palm clones from cluster analysis based on
DNA bands patterns by UPGMA method with 15 primers.
Kemiripan koefisien Dice
Dice coeficients similarities
65
Analisis abnormalitas tanaman kelapa sawit……
Tabel 3. Kesamaan genetik antar genotipe tanaman dari klon yang sama.
Table 3.Genetic similarities among genotypes of the same clone.
No
Klon dengan genotipe normal & abnormal
(% dan berbuah mantel)
Clones with normal and abnormal genotypes
(% and mantled fruit)
Kesamaan genetik, %
Genetic similarities, %
1.
2.
3.
4.
5.
6.
MK152: Normal, & berbuah mantel
Normal, & mantled fruit
MK209: Normal, & berbuah mantel
Normal, & mantled fruit
MK212: Normal, & berbuah mantel
Normal, & mantled fruit
MK203: Normal, & berbuah mantel
Normal, & mantled fruit
MK176: Normal & berbuah mantel
Normal & mantled fruit
MK104: Normal & berbuah mantel
Normal & mantled fruit
0,69 - 0,79
0,78 - 0,96
0,86 - 0,89
0,75 - 0,85
0,81- 0,82
0,68 - 0,73
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
1.00
0.76 1.00
0.70 0.80 1.00
0.68 0.68 0.77 1.00
0.63 0.65 0.73 0.91 1.00
0.59 0.63 0.71 0.79 0.86 1.00
0.58 0.64 0.71 0.78 0.84 0.96 1.00
0.58 0.65 0.68 0.85 0.87 0.83 0.85 1.00
0.56 0.59 0.69 0.72 0.80 0.87 0.89 0.84 1.00
0.47 0.54 0.66 0.66 0.68 0.66 0.66 0.65 0.75 1.00
0.57 0.59 0.71 0.70 0.72 0.74 0.71 0.71 0.77 0.79 1.00
0.55 0.61 0.72 0.70 0.73 0.78 0.76 0.70 0.78 0.80 0.85 1.00
0.54 0.62 0.73 0.72 0.75 0.82 0.78 0.72 0.80 0.77 0.85 0.93 1.00
0.49 0.53 0.65 0.65 0.67 0.70 0.68 0.64 0.74 0.77 0.84 0.83 0.81 1.00
0.54 0.59 0.58 0.59 0.59 0.63 0.62 0.60 0.64 0.56 0.73 0.67 0.69 0.69 1.00
0.58 0.62 0.71 0.67 0.69 0.75 0.72 0.65 0.74 0.69 0.78 0.83 0.85 0.82 0.73 1.00
Tabel 2. Matriks kemiripan genetik berdasarkan pola pita RAPD terhadap 16 genotipe
dari 6 klon kelapa sawit .
Table 2. Matrix genetic similarities based on patterns of RAPD bands on 16 genotypes of 6
oil palm clones.
66
Toruan-Mathiues et al.
Kesamaan genetik ke enam belas
genotipe kelapa sawit yang diuji adalah
berkisar antara 0,47 - 0,96. Kesamaan
genetik 0,47 diperoleh dari MK152 berbunga
jantan dengan MK203 berbunga
jantan. Sedang kesamaan genetik 0,96
diperoleh dari MK212 berbunga jantan
dengan MK209 berbuah normal. (Tabel 2).
Sebanyak 95% dari populasi mempunyai
koefisien kesamaan sekitar 0,54 – 0,89.
Kesamaan genetik antar klon yang berbuah
normal berkisar antara 0,71 - 0,82 yang
artinya masing-masing klon memiliki
kesaman genetik yang cukup tinggi. Hal ini
dapat dimengerti mengingat masing-masing
klon berasal dari induk dan kultur yang
sama yang ditunjukkan oleh kode klon MK.
Kesamaan genetik antar seluruh genotipe
berbuah normal dengan genotipe abnormal
(% dan berbuah mantel) adalah berkisar
antara 0,44 - 0,89. Kesamaan genetik antar
genotipe abnormal antar klon berkisar antara
0,59 - 0,89. Sedang kesamaan genetik antar
genotipe berbunga jantan antar klon
berkisar antara 0,47-0,78.
Tampak bahwa terjadi pergeseran
kesamaan genetik dari kisaran yang rendah
antar klon yang normal, kearah kesamaan
genetik dengan kisaran yang lebih tinggi
baik antar genotipe normal dibandingkan
dengan genotipe abnormal maupun antar
genotipe abnormal (berbuah mantel) dan
berbunga jantan. Kesamaan genetik antar
genotipe dalam satu klon juga sangat
beragam (Tabel 3). Tampak bahwa klon
yang memiliki kisaran kesamaan genetik
paling tinggi antar genotipe adalah klon
MK209, sedang yang paling rendah adalah
klon MK176. Hal ini menunjukkan bahwa
klon MK209 mengalami perubahan genetik
lebih besar dibandingkan dengan klon
lainnya.
Oleh karena eksplan diberi perlakuan
yang sama di dalam kultur, eksistensi
keragaman genetik di dalam klon MK209
mungkin berhubungan dengan kestabilan
jaringan dari klon tersebut untuk merespon
perlakuan di dalam kultur. Hal sebaliknya
terjadi pada klon MK176. Hasil yang
diperoleh ini memperkuat dugaan bahwa
abnormalitas terjadi akibat adanya
perubahan dalam susunan oligonukleotida
secara acak yang berbeda antar klon.
Menurut Jones et al. (1995) lamanya
interval transfer, dan komposisi zat pengatur
tumbuh khususnya ratio NAA/ Kinetin serta
medium sangat mempengaruhi terbentuknya
bunga mantel dan bunga jantan pada
tanaman klon di lapang. Khususnya pada
klon yang diklasifikasikan beresiko rendah
dan medium dalam merespons perlakuan di
dalam kultur. Perubahan di dalam memperpendek
masa transfer dan menurunkan
rasio konsentrasi NAA/kinetin sampai saat
ini masih dalam penelitian yang intensif.
Hasil UPGMA menunjukkan bahwa 16
genotipe kelapa sawit yang diuji terbagi
menjadi dua kelompok besar (klaster utama)
pada tingkat kemiripan genetik sebesar 0,62.
Kelompok A terdiri dari 3 genotipe klon
MK152 dan kelompok B terdiri dari (B1) 12
genotipe dan (B2) MK104 abnormal. Pengelompokan
MK 209 normal dengan MK212
jantan dan MK 203 normal dengan MK176
abnormal mempunyai tingkat kepercayaan
yang tinggi berturut-turut 99% dan 95,6%,
sedang tingkat kepercayaan pengelompokan
genotipe lainnya di bawah 90%. Hasil yang
diperoleh menunjukkan bahwa ada kecenderungan
bahwa genotipe di dalam klon
yang sama berada dalam kelompok yang
sama (Gambar 4).
Uji lanjutan yang dilakukan terhadap
115 pita DNA yang diperoleh melalui RAPD
adalah dengan melakukan analisis
komponen utama. Analisis ini bertujuan
mengetahui pita-pita DNA yang sangat
berperan dalam pengelompokan 16 genotipe
tanaman berbunga jantan, berbuah normal
dan tidak normal.
Hasil analisis komponen utama yang
dilakukan terhadap 115 karakter pita RAPD
67
dari 15 primer pada enam klon kelapa sawit,
diperoleh enam komponen utama yang
mempunyai akar ciri lebih dari satu. Nilai
keragaman komponen utama (KU) I yang
diperoleh dapat menerangkan keragaman
data asal sebesar 23%, KU II mampu
menjelaskan keragaman data asal juga
sebesar 21%, sehingga total kedua KU dapat
menerangkan keragaman data asal sebesar
44%. Angka tersebut berarti 44% keragaman
dari 115 pita RAPD yang diperoleh dengan
menggunakan 15 primer pada enam individu
klon kelapa sawit dapat diterangkan oleh
kedua komponen utama ini (Gambar 4). Dua
puluh tiga persen keragaman yang dapat
diterangkan oleh KU I telah berhasil
mengidentifikasi sebanyak 26 pita dari 115
pita hasil amplifikasi RAPD dengan
menggunakan 15 primer acak. Untuk
menentukan sebanyak 26 pita yang paling
berperan dalam pengelompokkan ke enam
klon kelapa sawit dipilih nilai mutlak KU
yang paling besar. Begitu juga dengan KU II
memiliki sebanyak 21% proporsi keragaman
atau sebanyak 25 pita yang mempunyai nilai
KU paling besar yang berperan dalam
pengelompokan ke enam klon kelapa sawit
tersebut.
Pengelompokan yang diperoleh pada
diagram pencar dua dimensi hasil analisis
komponen utama memperlihatkan pola sama
berdasarkan dendogram (Gambar 3 & 4)
yang diturunkan dari matriks kemiripan
genetik. Pada gambar diagram pencar dua
dimensi ini terlihat MK104 berbuah tidak
normal memencil.
Gambar 4. Pemetaan KU1 dan KU2 terhadap klon MK152, MK209, MK212, MK203,
MK176 dan MK104.
Figure 4. KU1 and KU2 map of MK152, MK209, MK212, MK203, MK176 and MK104.
Keterangan (Explanation): MK152(1-3); MK209j, MK209a & MK212a(4,5,8);
MK209n; MK212 & MK212n(6,7,9); MK203j & MK203n; MK176n; MK176a
(10-14); MK104n(16) and MK104a (15)
68
Toruan-Matnius et al.
Berdasarkan hasil analisis komponen
utama dari 15 primer yang digunakan
ditemukan pita yang membedakan tanaman
berbuah normal dan tidak normal pada pita
ke-1, primer OPA-02 ; pita ke-3, primer
OPC-02 ; pita ke-8, primer OPC-07 ; pita
ke-4, primer OPH-18 ; pita ke-5 dan ke-7,
primer OPW-19 dan pita ke-1, 9 dan 10,
primer OPE-14.
Dari hasil yang diperoleh dapat diambil
kesimpulan bahwa tidak ada satupun pita
DNA dari 15 primer yang diuji dapat
mencirikan abnormalitas pada semua klon
yang diuji. Hal ini kemungkinan disebabkan
bahwa variasi somaklonal yang terjadi pada
klon-klon kelapa sawit erat hubungannya
dengan perubahan dalam satu atau dua
oligonukleotida pada utas DNA yang tidak
dapat dideteksi dengan teknik RAPD.
Menurut Phillips et al. (1990) variasi
somaklonal berhubungan erat dengan
perubahan pola metilasi DNA selama dalam
kultur. Gruenbaum et al. (1997) melaporkan
bahwa pada tanaman tinggi metilasi DNA
terjadi tersebar antar sekuens 5mCG dan
5mCNG, terutama pada CTG dan CAG (
Kovarik et al., 1997), dan CCG (Jeddeloh &
Richard, 1996). Pada tanaman 5-metilsitosin
dapat terjadi sebanyak 20-40%. Metilasi
pada 5CG dinukleotida dapat bersifat
mutagenik dan epigenik pada berbagai
aktivitas seluler (Belanger & Hepburn,
1990). Hal ini menunjukkan bahwa untuk
menganalisis abnormalitas pada tanaman
kelapa sawit, salah satu kemungkinan yang
dapat digunakan adalah teknik yang mampu
mendeteksi perubahan dinukleotida akibat
terjadinya metilasi.
KESIMPULAN
Primer RAPD yaitu OPC-08, SC10-19,
OPC-07 dan OPW-19 mampu membedakan
genotipe normal dan tidak normal dalam
klon yang sama untuk seluruh klon yang
diuji. Kesamaan genetik antar klon normal
lebih tinggi dibandingkan dengan kesamaan
genetik antar genotipe normal dan abnormal
maupun antar genotipe abnormal.
Berdasarkan kisaran kesamaan genetik antar
genotipe dalam klon yang sama, klon
MK176 lebih stabil di dalam kultur
dibandingkan dengan klon lainnya.
Berdasarkan analisis UPGMA, genotipe
yang berbeda dari klon yang sama
umumnya menjadi anggota dalam satu
kelompok yang sama. Hasil analisis
komponen utama menunjukkan bahwa dari
15 primer yang diuji belum mampu
menghasilkan pita DNA penciri untuk
abnormalitas.
Daftar Pustaka
Ahee, J., P. Arthuis, G. Cas, Y. Duval, G.
Guenin, J.Hanower, P Hanower,
D.Lievoux, C.Lioret, B.Malaurie,
C.Pannetier, C.Raillot, D. Varechon &
L.Zuckermann (1981). La
multiplication vegetatif in vitro du
palmier a huile par embryogenese
somatique. Oleagineux, 36 (3), 113-
118.
Basiron, Y., Mohd. Basri Wahid & Chan
Kook Weng (2002). Advances in
research and development for the oil
palm industry Malaysia. In Proc.
International Oil Palm Conference.
Bali, 8-12 July, 2002, p.15
Belanger, F.C. & A. Hepburn (1990). The
evolution of CpNpG methylation in
plants. J.Mol. Evol., 30, 26-35.
Bouman, H. & G.J.De Klerk (1996).
Somaclonal variation in biotechnology
of ornamental plants. In R. Geneve et
al (eds.) Biotechnology of ornamental
plants. CAB International, 165-183.
Corley, R.H.V., C.H.Lee, I.H.Law &
C.Y.Wong (1986). Abnormal flower
development in oil palm clones. The
Planter, 62, 233-240.
69
Analisis abnormalitas tanaman kelapa sawit……
Duran-Gasselin, T, Y. Duval, L.Baudouin,
A.B. Maheran, K.Konan & J.M.Noire
(1993). Description and degree of the
mantled flowering abnormality in oil
palm (Elaeis quineensis Jacq) clones
produced using the Orstam-CIRAD
Procedure. In Proc. of the 1993 ISOPB
Int. Symp. Recent Development in Oil
Palm Tissue Culture and
Biotechnology. Kuala Lumpur, 14-15
September, 1993, p.48-63.
Gruenbaum, Y., T. Navey-Many, H. Cedar
& A. Razin (1981). Sequence
specificity of methylation in higher
plant DNA. Nature, 292, 680-682.
Jeddeloh, L.A.& E.J. Richard (1996). (m)
CCG methylation in angiosperm. Plant
J., 9 (5), 579-586.
Jones, L.H. (1991). Endogenous cytokinin in
oil palm (Elaeis guieneensis Jacq.)
callus, embryoids and regenerant plants
measured by radio immunoassay. Plant
Cell Tiss. & Org. Cult., 20, 201-209.
Jones, L.H., D.E. Hanke & C.J. Euwens
(1995). An evaluation of the role of
cytokinin in the development of
abnormal enflorescences in oil plam
(Elaeis guineensis Jacq) regenerared
from tissue culture. J. Plant Growth
Regul., 14, 135-142.
Karp, A. (1995). Somaclonal variation in
crop improvement. Euphytica, 185,
295-302.
Kovarik, A., R. Matyasek, A. Leitch, B.
Gazdova, J. Fulnecek & M. Bezdek
(1997). Variability in CpNpG
methylation in higher plant genomes.
Gene, 204(12), 25-33.
Larkin, P.J. & W.R. Scowcroft (1981).
Somaclonal variation- a novel source of
variability from cell cultures for plant
improvement. Theor. Appl. Genet., 60,
197-214.
Meyer, P., I. Neidenhof & M. Ten Lohuis
(1994). Evidence for cytosine
methylation of non-symetrical
sequences in transgenic Petunia
hybrids. EMBO J., 13, 2084-2088.
Mohan, J.S. & G.J. De Klerk (1998)
Somaclonal variation in breeding and
propagation of ornemnetal crops. In
IAPTC IX Int. Conggress on Plant
Tissue and Cell Culture. Jerusalem,
Israel, 14-19 June, 1998, 13pp.
Nei, M. & W. Li (1979). Mathematical
model for studying genetic variation in
terms of restriction endonucleases. In
Proc. Natl. Acad. Sci.USA., 767, 5269-
5273.
Nurhaimi– Haris & A. Darussamin (1997).
RAPD analysis of oil palm clones with
normal and abnormal fruits. Menara
Perkebunan, 65, (2), 64-74.
Nurhaimi–Haris (1998). Analysis of fruiting
abnormality among oil palm (Elaeis
guineensis Jacq.) clones by RAPD
technique. Menara Perkebunan, 66, (2),
55-63.
Orozco– Castillo, K.J. Chalmers, R.Waugh
& W. Powell (1994). Detection of
genetic diversity and selective gene
introgression in coffe using RAPD
markers. Theor. Appl. Genet., 87, 934 –
940.
70
Toruan-Mathius et al.
Pannetier, C., P.Arthuis & D.Et Lievoux
(1981). Neoformation de jeunes plantes
d’Elaeis guineensis a partir de cals
primaries obtenus sur fragments foliares
cultive in vitro. Olegineux, 36, 119-122.
Paranjothy, K., R.Othman, C.C.Tan,
G.Wang & A.C.Soh (1993). Incidence
of abnormalities in relation to in vitro
protocols. In Proc. of the 1993 ISOPB
Int. Symp. Recent Development in Oil
Palm Tissue Culture and
Biotechnology. Kuala Lumpur, 14-15
September, 1993, p.77-85.
Peshke, V.M. & R.L. Phillips (1992).
Genetic implications of somaclonal
variation in plants. Adv. Genet., 30, 41-
47.
Phillips, R.L., D.J. Plunkett & S.M.
Kaeppler (1990). Do we understand
somaclonal variation ?. In " Progress in
Plant Cellular and Molecular Biology".
In Proc. 7th Intl. Congr. Plant Tissue
Cell Cult., p.131-141.
Rao, V. & C.R. Danaough (1990).
Preliminary evidence of a genetic cause
for the floral abnormalities in some oil
palm ramets. Elaeis, 2(2), 199-207.
Rohlf, F.J. (1993). NTSYS – PC. Numerical
Taxonomy and Multivariate Analysis
System. New York, Exeter Software,
p.10 – 13.
Sambrook, J., E.F.Fritsch & T. Maniatis
(1989). Moleculer cloning: A
laboratory manual. New York, Cold
Spring Harbour Lab. Press, p. 6.1-6.7.
Skirvin, R.M., K.D. McPheeters & M.
Norton (1994). Source and frequency
of somaclonal variation. Hort Sci., 29,
1232-1237.
Tingey, S.V., J.A. Rafalski & J.G.K
Williams (1992). Genetic Analysis
With RAPD Markers. In Application
of RAPD Technology to Plant
Breeding. Joint Plant Breeding
Symposia Series CSSA/ASHS/ AGA.
Minneapolis, 1 September 1992, p. 3 –
8.
Toruan-Mathius, N. & T. Hutabarat (1997).
Analysis of genetic integrity
of banana planlets from in vitro culture
by Random Amplified Polymorphic
DNA (RAPD). Menara Perkebunan,
65(1),17-25.
Williams, J.G.K., A.R.Kubelik, K.J. Livak,
J.A. Rafalski & S.V.Tingey (1990).
DNA Polymorphism amplified by
arbitrary primers are useful as genetic
markers. Nuc. Acid Res., 18 (22), 6531-
6535.
Yap, I.V. & R.J. Nelson (1996). WinBoot.
IRRI Manila. p. 22-25.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar