Rabu, 07 Januari 2009

Ilmu Tanah dan Agronomi



Ilmu Tanah dan Agronomi Isu lingkungan menjadi tantangan terberat dalam peningkatan produktivitas budidaya kelapa sawit yang dilatar belakangi oleh pengembangan kelapa sawit yang terus mengarah ke lahan marjinal, biaya produksi yang terus meningkat, dan kesinambungan produktivitas kelapa sawit itu sendiri. Penelitian di Kelompok. Peneliti Ilmu Tanah dan Agronomi (KITA) pada tahun 2006 diarahkan untuk menjawab tantangan tersebut, di antaranya melalui optimalisasi penggunaan lahan dengan pengaturan kerapatan tanaman secara berjenjang, penggunaan teknik peresapan air bebas aliran permukaan, penerapan sistem underplanting terpadu dan penerapan teknologi kultur teknis terkini untuk peningkatan produksi kelapa sawit.

Upaya otimalisasi penggunaan lahan untuk meningkatkan produksi tanpa harus menambah luasan areal perkebunan dilakukan melalui peningkatan populasi tanaman secara berjenjang dan peremajaan tanaman dengan menggunakan teknik underplanting terpadu. Sedangkan penerapan teknologi kultur teknis terkini berguna untuk meningkatkan produktivitas perkebunan kelapa sawit yang diantaranya penerapan precision agriculture, studi perkebunan kelapa sawit di dataran tinggi, nutrient balance, aplikasi bahan organik, kajian ternak lembu dan dampaknya bagi perkebunan kelapa sawit dan penggunaan teknik peresapan air bebas aliran permukaan sebagai dasar dalam upaya mengatasi kekeringan.

Pengaturan kerapatan tanaman secara berjenjang

Salah satu penelitian KITA untuk optimalisasi lahan dan meningkatkan produksi TM adalah pemanfaatan bahan tanaman kelapa sawit bertajuk kecil yang dikombinasikan dengan pengaturan jarak tanam berjenjang di kebun Membang Muda, PTP Nusantara III. Enam varietas yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu Lame, Rispa, Yangambi, Dolok Sinumbah (Dosin), Dolok Sinumbah-Bah Jambi, dan Rispa-Bah Jambi. Pada tahap awal penanaman dilakukan dengan kerapatan 181 pohon ha-1, dijarangkan menjadi 155 pohon ha-1, dan akhirnya dijarangkan lagi hingga mencapai kerapatan akhir 124 pohon ha-1. Sampai dengan akhir 2006, peningkatan produksi pada populasi tinggi lebih tinggi 60% diban-dingkan pada populasi normal, sedangkan biaya yang ditimbulkannya meningkat hanya 24% dibandingkan dengan populasi normal.
Penelitian ini juga menunjukkan indeks luas daun (ILD) pada semua varietas yang ditanam dengan kerapatan tinggi ternyata lebih tinggi dibandingkan yang ditanam pada populasi normal (128 pohon ha- 1). Selain itu gejala etiolasi juga sudah sangat nyata terlihat pada tanaman yang ditanam pada populasi tinggi terutama untuk varietas Dosin, Dosin-Bah Jambi dan Yangambi.

Pemanfaatan Tandan Kosong di Perkebunan Kelapa Sawit

Kebutuhan hara yang besar untuk mendukung pertumbuhan dan produktivitas tanaman kelapa sawit menjadikan anggaran untuk pemupukan menjadi besar, selain hal itu pengelolaan perkebunan kelapa sawit dewasa ini diharuskan memperhatikan kelestarian lingkungan dan trend isu global perusahaan modern menuju zero waste. Salah satu langkah untuk menuju pengolahan zero waste adalah pemanfaatan limbah kelapa sawit berupa tandan kosong kelapa sawit (TKS) sebagai sumber hara K dan digunakan sebagai bahan pembenah tanah baik untuk perkebunan maupun pertanian.
Penelitian sudah memasuki tahun ke-2 dan telah dilakukan perhitungan total buah dan bunga. Hasil perhitungan buah dan bunga menunjukkan bahwa jumlah buah dan bunga tertinggi terdapat pada perlakuan 50% pupuk standar +50% TKS, yaitu sekitar 30% lebih tinggi dibandingkan dengan standar, sedangkan jumlah buah terendah diperoleh pada perlakuan pupuk standar.

Aplikasi Kompos TKS pada Kelapa Sawit TM

Penggunaan areal-areal yang bergelombang dan berbukit, membawa konsekuensi pada permasalahan topografi dan tingkat kesuburan tanah yang rendah akibat seringnya tanah tersebut mengalami erosi. Tindakan-tindakan konservasi sangat perlu dilakukan untuk menjaga kesuburan tanah dan kelangsungan usaha perkebunan itu sendiri. Salah satu tindakan konservasi yang dapat dilakukan adalah dengan aplikasi bahan pembenah tanah berupa bahan organik.
Kompos TKS merupakan salah satu bahan organik yang bahan bakunya tersedia cukup banyak pada pengelolaan perkebunan kelapa sawit. Selain dapat memperbaiki sifat fisik tanah terutama berperan dalam memperbaiki struktur tanah, kompos TKS juga memiliki kandungan hara yang dapat mendukung pertumbuhan dan perkemba-ngan tanaman. Kompos TKS yang halus mempunyai kandungan hara C sebesar 35,1%, N 2,34 %, C/N 15 %, P 0,31 %, K 5,53%, Ca 1,46%, dan Mg 0,96 %.

Hasil sementara menunjukkan bahwa aplikasi 80 % pupuk standar + 15 ton kompos TKS/ha cenderung menaikkan jumlah tandan. Sedangkan perlakuan pupuk standar 90 % + kompos 20 ton/ha dapat meningkatkan rerata berat tandan.

Lembu di Perkebunan Kelapa Sawit
Ternak sapi yang digembalakan di areal tanaman kelapa sawit saat ini telah menimbulkan dampak negatif bagi pertumbuhan dan sifat fisik/kimia tanah di beberapa perkebunan kelapa sawit. Pengembalaan ternak sapi tersebut memungkinkan terjadinya pemadatan tanah. Ternak sapi bahkan sempat dianggap sebagai “hama” yang secara langsung dapat merusak tajuk tanaman muda. Selain itu sapi yang digembalakan secara bebas di perkebunan kelapa sawit memungkinkan sebagai “carrier” terhadap penyebaran hama lainnya. Meskipun demikian, masih terdapat peluang untuk mengelola ternak sapi ini secara lebih bijaksana. Peluang tersebut adalah dengan memadukan budidaya ternak sapi dengan industri kelapa sawit, yaitu dengan pengandangan sapi yang mengandalkan hasil samping industri kelapa sawit sebagai sumber pakan utama, atau mengintegrasikannya dengan industri kelapa sawit melalui penggunaan sapi sebagai alat bantu transportasi panen sedangkan kotorannya dapat dijadikan sebagai sumber pupuk organik dan sumber bahan bakar alternatif.
Ternak sapi yang digembalakan bebas di areal perkebunan kelapa sawit telah dipertimbangkan sebagai hama, baik langsung maupun tidak langsung mengganggu pertumbuhan tanaman kelapa sawit. Namun berbeda dengan jenis hama lainnya, dengan pengelolaan yang baik ternak sapi dapat disinergikan dengan industri kelapa sawit. Pengelolaan ternak terpadu dalam industri kelapa sawit dapat memberikan nilai tambah untuk meningkatkan kesejahteraan tenaga pemanen maupun penduduk sekitar melalui sumber pendapatan dari usaha ternak, penanganan yang lebih bijaksana terhadap limbah pabrik minyak sawit, dan pengelolaan bahan organik yang lebih baik.

Antisipasi Kekeringan di Perkebunan Kelapa Sawit

Penelitian mengenai pemanfaatan air hujan dengan membangun konservasi tanah dan air sebagai antisipasi dari kekeringan telah dilakukan sejak tahun 2005 melalui kerjasama antara PPKS dengan Institut Pertanian Bogor di unit usaha Rejosari, PTP Nusantara VII, Lampung. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas perlakuan rorak berserasah, dan guludan bersaluran dan bermulsa vertikal dalam menekan aliran permukaan pada penanaman kelapa sawit, serta pengelolaan cadangan air di dalam solum tanah dengan jalan memaksimalkan proses penyimpanan air hujan ke dalam tanah. Hasil penelitian sementara menunjukkan bahwa bangunan konservasi rorak berserasah menunjukkan aliran permukaan yang paling kecil dibanding pelakuan guludan maupun kontrol. Perlakuan konservasi tanah dan air tersebut dapat meningkatkan cadangan air di dalam tanah, sehingga pada waktu musim kemarau (Juli - November), cadangan air di dalam tanah akan tercukupi dan dapat mempertahankan produksi tanaman kelapa sawit.

Cadangan air terbesar di dalam tanah adalah pada perlakuan rorak berserasah, diikuti perlakuan guludan dan kontrol. Berdasarkan data yang diperoleh, perlakuan rorak berserasah lebih efektif dari pada perlakuan guludan dalam menunda kekeringan di kebun kelapa sawit di lokasi penelitian hingga 3,5 bulan dari pada perlakuan guludan yang hanya 2,5 bulan dari pada tanpa perlakuan konservasi tanah dan air sama sekali.

Analisis abnormalitas tanaman kelapa sawit

58
Menara Perkebunan, 2001 69(2), 58-70
Analisis abnormalitas tanaman kelapa sawit
(Elaeis guineensis Jacq) hasil kultur jaringan dengan teknik
Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD)
Analysis abnormalities of oil palm (Elaeis guineensis Jacq) from tissue culture
by Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD)
Nurita TORUAN-MATHIUS1) , Saro Ina Ita BANGUN2) &
MARIA-BINTANG3)
1) Unit Penelitian Bioteknologi Perkebunan, Bogor 16151, Indonesia
2) Jurusan Biologi, Universitas Nasional, Jakarta
3) Jurusan Biologi, Institut Pertanian Bogor, Bogor
Summary
Problem in oil palm propagation through
tissue culture is the abnormality of reproductive
organs i.e. female flowers and mantle fruits are in
the same plants or clones. Various abnormalities
obtained between clones, and could only be
identified after fruit formation. The experiment
was conducted to analyze genetic similarities of
normal and abnormal genotypes in the same and
among clones, and also to get a specific RAPD
band as a marker for abnormalities. Six clones of
oil palm (16 genotypes) of 5-year old MK152,
MK203, MK209 and MK212 with normal fruits,
female flowers, and abnormal fruits (heavy
mantled), grown in the field, while two other
clones were MK 104 and MK 176 with normal
fruits and heavy mantled. PCR reaction to
amplify DNA of 16 genotypes using 15 random
primers. Genetic similarities and dendogram
were done by NTSYS-pc, while honestly value of
UPGMA analyzed by boostrap with WinBoot
program. The results showed that OPC-07,
OPC-09, OPW-19 and SC10-19 were able to
determine the differences of normal and
abnormal genotypes in the same clone of six
clones tested. While other primers were only
able to differentiate between normal and
abnormal genotypes only in several clones.
Genetic similarities among 16 genotypes tested
were around 0.47-0.96. Genetic similarities
between normal genotype were higher than that
of among abnormal genotypes. MK176 clone
was more stable in culture as compare to other
clones. UPGMA showed that in generaly normal
genotypes and abnormal one, in the same
clones belongs to the same group. The results of
principalcomponent analysis showed that from 15
primers tested no specific DNA band could be
used as a marker for abnormalities. To obtaine
have DNA markers, a more sensitive technique
for DNA analysis is needed.
[Key words:Elaeis guineensis, fruit abnormalities,
flower abnormalities, somaclonal
variation, RAPD marker, genetic
similarity, UPGMA analysis]
Ringkasan
Masalah yang dihadapi dalam perbanyakan
tanaman kelapa sawit dengan teknik kultur
jaringan adalah abnormalitas organ reproduktif
yaitu terbentuknya bunga jantan dan buah mantel
dalam klon yang sama. Terjadinya abnormalitas
sangat beragam, dan teridentifikasi setelah
tanaman berbuah. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui kesamaan genetik serta pengelompokan
antar genotipe normal dan abnormal
dalam klon yang sama maupun antar klon, serta
menetapkan pita DNA penciri untuk abnormalitas
dengan RAPD. Enam klon kelapa sawit(16
genotipe) berumur 5 tahun yaitu MK152,
MK203, MK209, dan MK212 masing-masing
dengan genotipe berbuah normal, berbunga
jantan, dan berbuah abnormal (mantel berat). Dua
59
Analisis abnormalitas tanaman kelapa sawit……
klon lainnya yaitu MK104 dan MK176 masingmasing
terdiri dari genotipe berbuah normal dan
mantel berat. Reaksi PCR untuk mengamplifikasi
DNA contoh dilakukan menggunakan 15 primer
acak. Kesamaan genetik dan pembuatan
fenogram dilakukan dengan program
NTSYS-pc. Sedang tingkat kepercayaan
UPGMA ditetapkan dengan analisis
bootstrap menggunakan program WinBoot.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa
primer OPC-09, SC10-19, OPC-07 dan
OPW-19 mampu membedakan genotipe
normal dan abnormal dalam klon yang sama
untuk keenam kon yang diuji. Sedang primer
lainnya hanya mampu menunjukkan
perbedaan antar genotipe normal dan
abnormal dalam beberapa klon saja.
Kesamaan genetik antar 16 genotipe yang
diuji berkisar antara 0,47-0,96. Kesamaan
genetik antar genotipe normal lebih tinggi
dibandingkan dengan kesamaan genetik
antar genotipe abnormal. Klon MK176
lebih stabil dalam kultur dibandingkan
dengan klon lainnya. UPGMA menunjukkan
bahwa umumnya genotipe normal dan
abnormal dalam klon yang sama berada
dalam satu grup. Hasil analisis komponen
utama menunjukkan bahwa dari 15 primer
yang diuji belum mampu menghasilkan pita
DNA penciri untuk abnormalitas. Untuk
mendapatkan pita DNA penciri, perlu
dilakukan analisis DNA dengan teknik yang
lebih sensitif untuk mendeteksi perubahan
satu basa oligonukleotida
Pendahuluan
Salah satu yang umum ditemukan pada
klon kelapa sawit yang dihasilkan dari kultur
jaringan adalah terjadinya perubahan 10-
40% ke arah abnormalitas pada organ
reproduktif yaitu bunga dan buah. Dalam
proses abnormalitas ini terjadi konversi satu
atau lebih primordial anter menjadi karpel
tambahan yang lunak dan berkembang
menjadi buah mantel (Corley et al., 1986).
Hal yang sangat ekstrim dari abnormalitas
ini adalah tidak terbentuknya buah karena
tandan buah dipenuhi oleh bunga jantan atau
buah bermantel berat yang menyebabkan
hilangnya produksi. Tidak adanya kualitas
kontrol yang efektif untuk abnormalitas pada
produksi, dan belum lengkapnya pemahaman
mengenai penyebab abnormalitas
di dalam perkembangan kultur in vitro
berakibat pada tertundanya upaya untuk
memproduksi bibit unggul kelapa sawit
secara klonal.
Untuk mengatasi masalah tersebut
dalam beberapa tahun terakhir ini beberapa
kelompok peneliti dari Inggris, Malaysia,
Kolombia dan Papua New Guinea telah
melakukan kajian dan penelitian untuk
menyempurnakan protokol teknik kultur
jaringan yang digunakan untuk
memproduksi bibit klonal yang unggul.
Penyempurnaan dilakukan dengan tujuan
menekan abnormalitas.
Ada beberapa pendapat mengenai
terjadinya abnormalitas pada tanaman kelapa
sawit hasil kultur jaringan, perubahan
tersebut dapat bersifat genetik (Rao &
Danough, 1990), gangguan ekspresi gen
diakibatkan fitohormon (Jones, 1991 &
Paranjothy et al., 1993), struktur kalus
(Pannetier et al., 1981; Ahee et al., 1981 &
Duran-Gasselin et al., 1993) lamanya
subkultur dan umur kalus (Paranjothy et al.,
1993), tekanan seleksi yang dipakai, jenis
eksplan yang digunakan, level ploidi sumber
eksplan dan kecepatan proliferasi kalus
(Skirvin et al., 1984; Karp, 1995). Larkin &
Scowcroft (1991) menyatakan bahwa variasi
pada tanaman yang diregenerasi dari kultur
jaringan disebut sebagai variasi somaklonal.
Variasi somaklonal kemungkinan
disebabkan ketidakaturan mitotik yang
berperan dalam terjadinya ketidakstabilan
kromosom, terjadi amplifikasi atau delesi
seperti inaktif gen atau aktif kembali gengen
silent. Peschke & Philips (1992)
menyatakan bahwa beberapa tipe utama
60
Toruan-Mathius et al.
variasi genetik somaklonal adalah aberasi
kromosom, aktivitas elemen transposon, dan
terjadinya metilasi DNA. Frekuensi variasi
somaklonal tergantung pada cara regenerasi
planlet. Planlet yang diregenerasi dari kalus
yang tidak terorganisir lebih bervariasi
dibandingkan dengan kalus yang terorganisir,
sebaliknya hanya sedikit terjadi
pada planlet yang diregenerasi langsung
tanpa melalui fase kalus (Mohan & De
Klerk, 1998; Bouman & De Klerk, 1996).
Menurut Meyer et al. (1994) pada tanaman
tinggi metilasi sitosin yang berat memegang
peranan penting dalam ekspresi gen selama
dalam perkembangan dan diferensiasi. Pola
hiper dan hipometilasi DNA yang diinduksi
dalam sistem kultur dapat ditransmisikan ke
tanaman hasil regenerasi dari kultur tersebut.
Dalam medium yang mengandung auksin
dengan konsentrasi tinggi, metilasi
mengalami peningkatan.
Beberapa penelitian dengan pendekatan
molekuler telah dilakukan untuk
memahami masalah abnormalitas pada klonklon
kelapa sawit di antaranya dengan teknik
Random Amplified Polymorphic DNA
(RAPD). Nuhaimi-Haris & Darussamin
(1997) telah menemukan bahwa beberapa
nomor primer acak dari ABI (Bresatec,
Australia) dan OP (Operon, USA) yang
digunakan dalam analisis RAPD mampu
membedakan antar individu tanaman kelapa
sawit yang berbuah normal dan abnormal
dari klon yang sama, khususnya beberapa
nomor dari klon SOC, MK, LMC dan BC.
Namun, tidak ditemukan pita DNA spesifik
yang dapat membedakan tanaman yang
berbuah normal dengan yang abnormal
secara universal. Nurhaimi-Haris (1998)
mendeteksi perbedaan genetik beberapa
nomor klon SOC, LMC, dan MK tanaman
kelapa sawit yang berbuah normal dan
abnormal serta melakukan analisis
pengelompokan klon-klon tersebut berdasarkan
analisis RAPD. Pada penelitian ini
digunakan 12 macam primer acak dari
Bresatec, Australia yaitu Abi 117.13, Abi
117.16, Abi 117.17, Abi 117.18, Abi 117 19,
Abi 117.20, Abi 117.21 dan primer OPB 04,
OPB07, OPB20, OPH03, dan OPC05 dari
Operon, USA. Hasil yang diperoleh
menunjukkan bahwa ada kecenderungan
individu tanaman yang berbuah normal dan
tidak normal dari satu klon yang sama
berada dalam satu kelompok. Diperoleh juga
bahwa klon SOC mempunyai variasi genetik
lebih tinggi dibandingkan dengan klon LMC
dan MK. Hal ini menunjukkan bahwa klon
SOC cenderung tidak stabil apabila
diperbanyak secara in vitro.
Penelitian ini bertujuan mendapatkan
informasi yang lebih jauh mengenai
pemanfaatan RAPD untuk menganalisis
keragaman genetik, pengelompokan
genotipe yang diuji (normal dan tidak
normal), menetapkan klon yang lebih stabil
di dalam kultur, maupun menetapkan pita
pembeda antar klon-klon kelapa sawit yang
berbuah normal dan abnormal.
Bahan dan Metode
Bahan tanam
Bahan tanaman yang digunakan dalam
penelitian ini adalah enam klon kelapa sawit
berumur 5 tahun yang dipelihara di Kebun
Percobaan milik Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi, Ciampea, Bogor.
Bahan tanaman ini hasil perbanyakan
dengan kultur jaringan, Balai Penelitian
Marihat, Pematang Siantar. Empat klon
yaitu MK152, MK209, MK212 dan MK203,
masing-masing terdiri dari individu tanaman
yang berbunga jantan, berbuah
abnormal(buah mantel berat) dan normal.
Dua klon yaitu MK176, MK104, masingmasing
terdiri dari genotipe berbuah normal
dan abnormal (Gambar 1 & 2). Seluruh
contoh yang dianalisis adalah sebanyak 16
genotipe.
61
Analisis abnormalitas tanaman kelapa sawit……
Gambar 1. Buah kelapa sawit dari tanaman klonal hasil kultur jaringan (a) buah normal; (b) buah mantel
ringan; (c) buah mantel berat; (d) buah normal dan penampang melintang (d2 &3); (e) penampang
melintang dan membujur buah matel ringan (e1 & 2) dan buah normal (e3 &4); (f) buah mantel
berat-bersayap (f1), penampang melintang (f2) dan tampak atas (f3).
Figure 1. Oil palm fruits of clonal plant from tissue culture (a) normal fruit; (b) light mantled fruit; (c) heavy
mantled fruit; (d) normal fruit and cross section (d2 & 3); (e) cross section and longitudinal light
mantled fruit (e1 &2) and normal fruit (e3 & 4); (f) heavy mantled fruit-wings (f1), cross section (f2)
and upper part (f3)
Gambar 2. (a) Buah kelapa sawit mantel berat bersayap; (b) bentuk buah bersayap; (c) bunga
jantan; (d) bunga jantan steril
Figure 2. Oil palm fruit heavy mantled wings; (b) performance of wings fruit; (c) famale flower;
(d) sterile famale flower
62
Toruan-Mathius et al.
Isolasi DNA genom dan reaksi PCR
DNA diekstraksi dari daun muda
sebanyak 0,3 g dari klon enam MK normal
dan abnormal menurut metode Orozco
Castillo et al. (1994) yang telah dimodifikasi
Toruan–Mathius & Hutabarat (1996).
Pengujian kualitas dan kuantitas DNA
dilakukan menurut Sambrook et al. (1989).
Amplifikasi DNA dengan PCR berdasarkan
metode William et al. (1990). Reaksi PCR
sebanyak 25 μL mengandung 50 ng DNA
genomik dari masing-masing contoh yang
diuji, 1 Unit Taq polimerase, dATP, dCTP,
dGTP, dan dTTP masing-masing dengan
konsentrasi 0,1 mM. Untuk mencegah penguapan
pada saat reaksi berlangsung maka
contoh dilapisi dengan 25mL mineral oil.
Reaksi amplifikasi dilakukan menggunakan
alat Thermal Cycler (Thermolyne,
Amplitron-I) yang diprogram satu siklus
denaturasi awal pada suhu 940C selama
2 menit, diikuti dengan 45 siklus yang
terdiri atas denaturasi pada suhu 940C
selama 1 menit, anealing pada suhu 360C
selama 1 menit dan ekstensi pada suhu 720C
selama 4 menit.
Produk amplifikasi difraksinasi dengan
1,4% gel agarosa menggunakan elektroforesis
dalam 1X bufer TAE dan migrasi
dijalankan pada 50 volt selama 1 jam
15 menit. Gel diberi pewarnaan dengan
5lg/mL EtBr, kemudian dicuci dengan
akuades. Hasil elektroforesis divisualisasikan
dengan UV transiluminator dan
didokumentasi dengan film Polaroid 665.
Untuk memperoleh primer yang
mampu menghasilkan pita dalam jumlah
banyak dan tegas, pada tahap awal dilakukan
seleksi terhadap 40 primer acak 10-mer
(Operon Alameda Tech). Selanjutnya
primer yang terpilih digunakan dalam
percobaan analisis RAPD pada klon kelapa
sawit dengan genotipe normal dan
abnormal.
Analisis Data RAPD
Untuk menentukan kesamaan genetik
antar genotipe yang dianalisis, seluruh pita
DNA yang polimorfik ditetapkan dengan
ada (1) dan tidaknya (0) pita yang sama. Pita
fragmen DNA yang dibaca dari hasil
elektroforesis adalah yang tergolong tajam
dan medium. Kesamaan antar genotipe
ditentukan menurut Nei & Li (1979).
Pengelompokan data matriks dan pembuatan
dendogram dilakukan dengan metode
Unweighted Pair-Group Method With
Arithmetic (UPGMA), fungsi Similarity
Qualitative (SIMQUAL) menggunakan
program komputer NTSYS-pc (Rohlf,
1993).Tingkat kepercayaan dari dendogram
berdasar UPGMA ditentukan melalui
analisis bootstrap menggunakan program
WinBoot dengan pengulangan 2000 kali
(Yap & Nelson, 1996).
Diagram pencar dua dimensi dibuat
berdasarkan analisis komponen utama
(AKU) yaitu analisis yang mereduksi
banyaknya peubah asal menjadi beberapa
peubah baru yang dapat menjelaskan
keragaman data asal, menggunakan program
MINITAB 11.12.
Hasil dan pembahasan
Dari 40 primer yang diseleksi,
terpilih 15 primer yang mampu memberikan
pita DNA sekitar 3-14 untuk masing-masing
primer. Amplifikasi DNA dengan 15 primer
yang digunakan menghasilkan fagmen DNA
dengan berat molekul berkisar antara 200-
2500 pb. Hasil yang diperoleh menunjukkan
bahwa primer OPC-07,OPC-09, SC10-19
dan OPW-19 mampu menunjukkan perbedaan
genotipe yang berbuah normal dan
tidak normal pada masing-masing klon yang
diuji yaitu MK152, MK209, MK212,
MK203, MK176, dan MK104. Sedang OPH-
18 hanya mampu membedakan genotipe
berbuah normal dan tidak normal pada klon
63
Analisis abnormalitas tanaman kelapa sawit……
MK176. Primer lainnya umumnya juga
mampu menunjukkan perbedaan genotipe
tanaman normal dan abnormal dalam satu
klon yang sama, pada beberapa klon yang
diuji. Perbedaan pola pita DNA klon MK212
dan MK104 dengan genotipe normal dan
abnormal dapat terdeteksi dengan 11 primer
(Tabel 1). Salah satu contoh hasil
amplifikasi DNA genotipe yang diuji
disajikan dalam Gambar 3.
Dari hasil yang diperoleh tampak bahwa
perbedaan antar genotipe tanaman yang
berbuah normal dan abnormal dalam satu
klon hanya dibedakan oleh satu atau
beberapa pita DNA. Pita DNA pembeda
tersebut tidak sama untuk masing-masing
klon, yang menyebabkan sangat sukar untuk
menentukan perbedaan pola pita DNA
genotipe normal dan tidak normal antar klon
yang diuji. Hal tersebut menunjukkan
bahwa adanya perbedaan fragmen DNA
yang mencirikan abnormalitas pada masingmasing
klon. Diduga abnormalitas
disebabkan oleh adanya perubahan susunan
oligonukleotida pada untai DNA yang
terjadi secara acak, dan berbeda untuk
masing-masing klon. Darussamin dan
Nurhaimi-Haris (1997) dan Nurhaimi-Haris
(1998) menemukan hal yang sama pada
beberapa klon SOC, LMC dan MK
(58,60,70 dan 87).
No.
Primer
Primers
Sekuen primer
Primers sequences
5’...............3’
Klon yang genotipe normal dan abnormalnya yang
dapat dibedakan
Clones with normal and abnormal genotypes can be
differentiate
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
OPA-02
OPA-04
OPB-05
OPB-06
OPC-07
OPC-02
OPC-08
OPC-09
OPE-14
OPH-18
OPW-19
OPN-16
OPN-18
SC10-19
SC10-20
TGC CGA GCTG
AAT CGG GCTG
TGC GCC CTTC
TGC TCT GCCC
GTC CCG ACGA
GTG AGG CGTC
TGG ACC GGTG
CTC ACC GTCC
TGC GGC TGAG
GAA TCG GCAA
CAA AGC GCTC
AAG CGA CCTG
GGT GAG GTCA
CGT CCG TCAG
ACT CGT AGCC
MK104, MK152.
MK152,
MK176, MK203, MK209, MK212.
MK104, MK212.
MK104, MK203, MK209, MK212.
MK104, MK152, MK176, MK203, MK209, MK212.
MK104, MK152, MK212.
MK104, MK203, MK209, MK212.
MK104, MK152, MK176, MK203, MK209, MK212.
MK104, MK152, MK209, MK212.
MK176.
MK104, MK152, MK176, MK203, MK209, MK212.
MK152, MK176, MK209, MK212.
MK152, MK209.
MK104, MK152, MK176, MK203, MK209, MK212.
Tabel 1. Primer yang mampu membedakan genotipe normal dan abnormal pada klon kelapa sawit yang sama.
Table 1. Primers which was able to differentiate normal and abnormal genotypes in the same clones of oil
palm
64
Toruan-Mathius et al.
Gambar 3. Dendogram 16 genotipe klon kelapa sawit hasil analisis kluster berdasarkan
pola pita DNA dengan metode UPGMA menggunakan 15 primer
Figure 3. Dendogram of 16 genotypes of oil palm clones from cluster analysis based on
DNA bands patterns by UPGMA method with 15 primers.
Kemiripan koefisien Dice
Dice coeficients similarities
65
Analisis abnormalitas tanaman kelapa sawit……
Tabel 3. Kesamaan genetik antar genotipe tanaman dari klon yang sama.
Table 3.Genetic similarities among genotypes of the same clone.
No
Klon dengan genotipe normal & abnormal
(% dan berbuah mantel)
Clones with normal and abnormal genotypes
(% and mantled fruit)
Kesamaan genetik, %
Genetic similarities, %
1.
2.
3.
4.
5.
6.
MK152: Normal, & berbuah mantel
Normal, & mantled fruit
MK209: Normal, & berbuah mantel
Normal, & mantled fruit
MK212: Normal, & berbuah mantel
Normal, & mantled fruit
MK203: Normal, & berbuah mantel
Normal, & mantled fruit
MK176: Normal & berbuah mantel
Normal & mantled fruit
MK104: Normal & berbuah mantel
Normal & mantled fruit
0,69 - 0,79
0,78 - 0,96
0,86 - 0,89
0,75 - 0,85
0,81- 0,82
0,68 - 0,73
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
1.00
0.76 1.00
0.70 0.80 1.00
0.68 0.68 0.77 1.00
0.63 0.65 0.73 0.91 1.00
0.59 0.63 0.71 0.79 0.86 1.00
0.58 0.64 0.71 0.78 0.84 0.96 1.00
0.58 0.65 0.68 0.85 0.87 0.83 0.85 1.00
0.56 0.59 0.69 0.72 0.80 0.87 0.89 0.84 1.00
0.47 0.54 0.66 0.66 0.68 0.66 0.66 0.65 0.75 1.00
0.57 0.59 0.71 0.70 0.72 0.74 0.71 0.71 0.77 0.79 1.00
0.55 0.61 0.72 0.70 0.73 0.78 0.76 0.70 0.78 0.80 0.85 1.00
0.54 0.62 0.73 0.72 0.75 0.82 0.78 0.72 0.80 0.77 0.85 0.93 1.00
0.49 0.53 0.65 0.65 0.67 0.70 0.68 0.64 0.74 0.77 0.84 0.83 0.81 1.00
0.54 0.59 0.58 0.59 0.59 0.63 0.62 0.60 0.64 0.56 0.73 0.67 0.69 0.69 1.00
0.58 0.62 0.71 0.67 0.69 0.75 0.72 0.65 0.74 0.69 0.78 0.83 0.85 0.82 0.73 1.00
Tabel 2. Matriks kemiripan genetik berdasarkan pola pita RAPD terhadap 16 genotipe
dari 6 klon kelapa sawit .
Table 2. Matrix genetic similarities based on patterns of RAPD bands on 16 genotypes of 6
oil palm clones.
66
Toruan-Mathiues et al.
Kesamaan genetik ke enam belas
genotipe kelapa sawit yang diuji adalah
berkisar antara 0,47 - 0,96. Kesamaan
genetik 0,47 diperoleh dari MK152 berbunga
jantan dengan MK203 berbunga
jantan. Sedang kesamaan genetik 0,96
diperoleh dari MK212 berbunga jantan
dengan MK209 berbuah normal. (Tabel 2).
Sebanyak 95% dari populasi mempunyai
koefisien kesamaan sekitar 0,54 – 0,89.
Kesamaan genetik antar klon yang berbuah
normal berkisar antara 0,71 - 0,82 yang
artinya masing-masing klon memiliki
kesaman genetik yang cukup tinggi. Hal ini
dapat dimengerti mengingat masing-masing
klon berasal dari induk dan kultur yang
sama yang ditunjukkan oleh kode klon MK.
Kesamaan genetik antar seluruh genotipe
berbuah normal dengan genotipe abnormal
(% dan berbuah mantel) adalah berkisar
antara 0,44 - 0,89. Kesamaan genetik antar
genotipe abnormal antar klon berkisar antara
0,59 - 0,89. Sedang kesamaan genetik antar
genotipe berbunga jantan antar klon
berkisar antara 0,47-0,78.
Tampak bahwa terjadi pergeseran
kesamaan genetik dari kisaran yang rendah
antar klon yang normal, kearah kesamaan
genetik dengan kisaran yang lebih tinggi
baik antar genotipe normal dibandingkan
dengan genotipe abnormal maupun antar
genotipe abnormal (berbuah mantel) dan
berbunga jantan. Kesamaan genetik antar
genotipe dalam satu klon juga sangat
beragam (Tabel 3). Tampak bahwa klon
yang memiliki kisaran kesamaan genetik
paling tinggi antar genotipe adalah klon
MK209, sedang yang paling rendah adalah
klon MK176. Hal ini menunjukkan bahwa
klon MK209 mengalami perubahan genetik
lebih besar dibandingkan dengan klon
lainnya.
Oleh karena eksplan diberi perlakuan
yang sama di dalam kultur, eksistensi
keragaman genetik di dalam klon MK209
mungkin berhubungan dengan kestabilan
jaringan dari klon tersebut untuk merespon
perlakuan di dalam kultur. Hal sebaliknya
terjadi pada klon MK176. Hasil yang
diperoleh ini memperkuat dugaan bahwa
abnormalitas terjadi akibat adanya
perubahan dalam susunan oligonukleotida
secara acak yang berbeda antar klon.
Menurut Jones et al. (1995) lamanya
interval transfer, dan komposisi zat pengatur
tumbuh khususnya ratio NAA/ Kinetin serta
medium sangat mempengaruhi terbentuknya
bunga mantel dan bunga jantan pada
tanaman klon di lapang. Khususnya pada
klon yang diklasifikasikan beresiko rendah
dan medium dalam merespons perlakuan di
dalam kultur. Perubahan di dalam memperpendek
masa transfer dan menurunkan
rasio konsentrasi NAA/kinetin sampai saat
ini masih dalam penelitian yang intensif.
Hasil UPGMA menunjukkan bahwa 16
genotipe kelapa sawit yang diuji terbagi
menjadi dua kelompok besar (klaster utama)
pada tingkat kemiripan genetik sebesar 0,62.
Kelompok A terdiri dari 3 genotipe klon
MK152 dan kelompok B terdiri dari (B1) 12
genotipe dan (B2) MK104 abnormal. Pengelompokan
MK 209 normal dengan MK212
jantan dan MK 203 normal dengan MK176
abnormal mempunyai tingkat kepercayaan
yang tinggi berturut-turut 99% dan 95,6%,
sedang tingkat kepercayaan pengelompokan
genotipe lainnya di bawah 90%. Hasil yang
diperoleh menunjukkan bahwa ada kecenderungan
bahwa genotipe di dalam klon
yang sama berada dalam kelompok yang
sama (Gambar 4).
Uji lanjutan yang dilakukan terhadap
115 pita DNA yang diperoleh melalui RAPD
adalah dengan melakukan analisis
komponen utama. Analisis ini bertujuan
mengetahui pita-pita DNA yang sangat
berperan dalam pengelompokan 16 genotipe
tanaman berbunga jantan, berbuah normal
dan tidak normal.
Hasil analisis komponen utama yang
dilakukan terhadap 115 karakter pita RAPD
67
dari 15 primer pada enam klon kelapa sawit,
diperoleh enam komponen utama yang
mempunyai akar ciri lebih dari satu. Nilai
keragaman komponen utama (KU) I yang
diperoleh dapat menerangkan keragaman
data asal sebesar 23%, KU II mampu
menjelaskan keragaman data asal juga
sebesar 21%, sehingga total kedua KU dapat
menerangkan keragaman data asal sebesar
44%. Angka tersebut berarti 44% keragaman
dari 115 pita RAPD yang diperoleh dengan
menggunakan 15 primer pada enam individu
klon kelapa sawit dapat diterangkan oleh
kedua komponen utama ini (Gambar 4). Dua
puluh tiga persen keragaman yang dapat
diterangkan oleh KU I telah berhasil
mengidentifikasi sebanyak 26 pita dari 115
pita hasil amplifikasi RAPD dengan
menggunakan 15 primer acak. Untuk
menentukan sebanyak 26 pita yang paling
berperan dalam pengelompokkan ke enam
klon kelapa sawit dipilih nilai mutlak KU
yang paling besar. Begitu juga dengan KU II
memiliki sebanyak 21% proporsi keragaman
atau sebanyak 25 pita yang mempunyai nilai
KU paling besar yang berperan dalam
pengelompokan ke enam klon kelapa sawit
tersebut.
Pengelompokan yang diperoleh pada
diagram pencar dua dimensi hasil analisis
komponen utama memperlihatkan pola sama
berdasarkan dendogram (Gambar 3 & 4)
yang diturunkan dari matriks kemiripan
genetik. Pada gambar diagram pencar dua
dimensi ini terlihat MK104 berbuah tidak
normal memencil.
Gambar 4. Pemetaan KU1 dan KU2 terhadap klon MK152, MK209, MK212, MK203,
MK176 dan MK104.
Figure 4. KU1 and KU2 map of MK152, MK209, MK212, MK203, MK176 and MK104.
Keterangan (Explanation): MK152(1-3); MK209j, MK209a & MK212a(4,5,8);
MK209n; MK212 & MK212n(6,7,9); MK203j & MK203n; MK176n; MK176a
(10-14); MK104n(16) and MK104a (15)
68
Toruan-Matnius et al.
Berdasarkan hasil analisis komponen
utama dari 15 primer yang digunakan
ditemukan pita yang membedakan tanaman
berbuah normal dan tidak normal pada pita
ke-1, primer OPA-02 ; pita ke-3, primer
OPC-02 ; pita ke-8, primer OPC-07 ; pita
ke-4, primer OPH-18 ; pita ke-5 dan ke-7,
primer OPW-19 dan pita ke-1, 9 dan 10,
primer OPE-14.
Dari hasil yang diperoleh dapat diambil
kesimpulan bahwa tidak ada satupun pita
DNA dari 15 primer yang diuji dapat
mencirikan abnormalitas pada semua klon
yang diuji. Hal ini kemungkinan disebabkan
bahwa variasi somaklonal yang terjadi pada
klon-klon kelapa sawit erat hubungannya
dengan perubahan dalam satu atau dua
oligonukleotida pada utas DNA yang tidak
dapat dideteksi dengan teknik RAPD.
Menurut Phillips et al. (1990) variasi
somaklonal berhubungan erat dengan
perubahan pola metilasi DNA selama dalam
kultur. Gruenbaum et al. (1997) melaporkan
bahwa pada tanaman tinggi metilasi DNA
terjadi tersebar antar sekuens 5mCG dan
5mCNG, terutama pada CTG dan CAG (
Kovarik et al., 1997), dan CCG (Jeddeloh &
Richard, 1996). Pada tanaman 5-metilsitosin
dapat terjadi sebanyak 20-40%. Metilasi
pada 5CG dinukleotida dapat bersifat
mutagenik dan epigenik pada berbagai
aktivitas seluler (Belanger & Hepburn,
1990). Hal ini menunjukkan bahwa untuk
menganalisis abnormalitas pada tanaman
kelapa sawit, salah satu kemungkinan yang
dapat digunakan adalah teknik yang mampu
mendeteksi perubahan dinukleotida akibat
terjadinya metilasi.
KESIMPULAN
Primer RAPD yaitu OPC-08, SC10-19,
OPC-07 dan OPW-19 mampu membedakan
genotipe normal dan tidak normal dalam
klon yang sama untuk seluruh klon yang
diuji. Kesamaan genetik antar klon normal
lebih tinggi dibandingkan dengan kesamaan
genetik antar genotipe normal dan abnormal
maupun antar genotipe abnormal.
Berdasarkan kisaran kesamaan genetik antar
genotipe dalam klon yang sama, klon
MK176 lebih stabil di dalam kultur
dibandingkan dengan klon lainnya.
Berdasarkan analisis UPGMA, genotipe
yang berbeda dari klon yang sama
umumnya menjadi anggota dalam satu
kelompok yang sama. Hasil analisis
komponen utama menunjukkan bahwa dari
15 primer yang diuji belum mampu
menghasilkan pita DNA penciri untuk
abnormalitas.
Daftar Pustaka
Ahee, J., P. Arthuis, G. Cas, Y. Duval, G.
Guenin, J.Hanower, P Hanower,
D.Lievoux, C.Lioret, B.Malaurie,
C.Pannetier, C.Raillot, D. Varechon &
L.Zuckermann (1981). La
multiplication vegetatif in vitro du
palmier a huile par embryogenese
somatique. Oleagineux, 36 (3), 113-
118.
Basiron, Y., Mohd. Basri Wahid & Chan
Kook Weng (2002). Advances in
research and development for the oil
palm industry Malaysia. In Proc.
International Oil Palm Conference.
Bali, 8-12 July, 2002, p.15
Belanger, F.C. & A. Hepburn (1990). The
evolution of CpNpG methylation in
plants. J.Mol. Evol., 30, 26-35.
Bouman, H. & G.J.De Klerk (1996).
Somaclonal variation in biotechnology
of ornamental plants. In R. Geneve et
al (eds.) Biotechnology of ornamental
plants. CAB International, 165-183.
Corley, R.H.V., C.H.Lee, I.H.Law &
C.Y.Wong (1986). Abnormal flower
development in oil palm clones. The
Planter, 62, 233-240.
69
Analisis abnormalitas tanaman kelapa sawit……
Duran-Gasselin, T, Y. Duval, L.Baudouin,
A.B. Maheran, K.Konan & J.M.Noire
(1993). Description and degree of the
mantled flowering abnormality in oil
palm (Elaeis quineensis Jacq) clones
produced using the Orstam-CIRAD
Procedure. In Proc. of the 1993 ISOPB
Int. Symp. Recent Development in Oil
Palm Tissue Culture and
Biotechnology. Kuala Lumpur, 14-15
September, 1993, p.48-63.
Gruenbaum, Y., T. Navey-Many, H. Cedar
& A. Razin (1981). Sequence
specificity of methylation in higher
plant DNA. Nature, 292, 680-682.
Jeddeloh, L.A.& E.J. Richard (1996). (m)
CCG methylation in angiosperm. Plant
J., 9 (5), 579-586.
Jones, L.H. (1991). Endogenous cytokinin in
oil palm (Elaeis guieneensis Jacq.)
callus, embryoids and regenerant plants
measured by radio immunoassay. Plant
Cell Tiss. & Org. Cult., 20, 201-209.
Jones, L.H., D.E. Hanke & C.J. Euwens
(1995). An evaluation of the role of
cytokinin in the development of
abnormal enflorescences in oil plam
(Elaeis guineensis Jacq) regenerared
from tissue culture. J. Plant Growth
Regul., 14, 135-142.
Karp, A. (1995). Somaclonal variation in
crop improvement. Euphytica, 185,
295-302.
Kovarik, A., R. Matyasek, A. Leitch, B.
Gazdova, J. Fulnecek & M. Bezdek
(1997). Variability in CpNpG
methylation in higher plant genomes.
Gene, 204(12), 25-33.
Larkin, P.J. & W.R. Scowcroft (1981).
Somaclonal variation- a novel source of
variability from cell cultures for plant
improvement. Theor. Appl. Genet., 60,
197-214.
Meyer, P., I. Neidenhof & M. Ten Lohuis
(1994). Evidence for cytosine
methylation of non-symetrical
sequences in transgenic Petunia
hybrids. EMBO J., 13, 2084-2088.
Mohan, J.S. & G.J. De Klerk (1998)
Somaclonal variation in breeding and
propagation of ornemnetal crops. In
IAPTC IX Int. Conggress on Plant
Tissue and Cell Culture. Jerusalem,
Israel, 14-19 June, 1998, 13pp.
Nei, M. & W. Li (1979). Mathematical
model for studying genetic variation in
terms of restriction endonucleases. In
Proc. Natl. Acad. Sci.USA., 767, 5269-
5273.
Nurhaimi– Haris & A. Darussamin (1997).
RAPD analysis of oil palm clones with
normal and abnormal fruits. Menara
Perkebunan, 65, (2), 64-74.
Nurhaimi–Haris (1998). Analysis of fruiting
abnormality among oil palm (Elaeis
guineensis Jacq.) clones by RAPD
technique. Menara Perkebunan, 66, (2),
55-63.
Orozco– Castillo, K.J. Chalmers, R.Waugh
& W. Powell (1994). Detection of
genetic diversity and selective gene
introgression in coffe using RAPD
markers. Theor. Appl. Genet., 87, 934 –
940.
70
Toruan-Mathius et al.
Pannetier, C., P.Arthuis & D.Et Lievoux
(1981). Neoformation de jeunes plantes
d’Elaeis guineensis a partir de cals
primaries obtenus sur fragments foliares
cultive in vitro. Olegineux, 36, 119-122.
Paranjothy, K., R.Othman, C.C.Tan,
G.Wang & A.C.Soh (1993). Incidence
of abnormalities in relation to in vitro
protocols. In Proc. of the 1993 ISOPB
Int. Symp. Recent Development in Oil
Palm Tissue Culture and
Biotechnology. Kuala Lumpur, 14-15
September, 1993, p.77-85.
Peshke, V.M. & R.L. Phillips (1992).
Genetic implications of somaclonal
variation in plants. Adv. Genet., 30, 41-
47.
Phillips, R.L., D.J. Plunkett & S.M.
Kaeppler (1990). Do we understand
somaclonal variation ?. In " Progress in
Plant Cellular and Molecular Biology".
In Proc. 7th Intl. Congr. Plant Tissue
Cell Cult., p.131-141.
Rao, V. & C.R. Danaough (1990).
Preliminary evidence of a genetic cause
for the floral abnormalities in some oil
palm ramets. Elaeis, 2(2), 199-207.
Rohlf, F.J. (1993). NTSYS – PC. Numerical
Taxonomy and Multivariate Analysis
System. New York, Exeter Software,
p.10 – 13.
Sambrook, J., E.F.Fritsch & T. Maniatis
(1989). Moleculer cloning: A
laboratory manual. New York, Cold
Spring Harbour Lab. Press, p. 6.1-6.7.
Skirvin, R.M., K.D. McPheeters & M.
Norton (1994). Source and frequency
of somaclonal variation. Hort Sci., 29,
1232-1237.
Tingey, S.V., J.A. Rafalski & J.G.K
Williams (1992). Genetic Analysis
With RAPD Markers. In Application
of RAPD Technology to Plant
Breeding. Joint Plant Breeding
Symposia Series CSSA/ASHS/ AGA.
Minneapolis, 1 September 1992, p. 3 –
8.
Toruan-Mathius, N. & T. Hutabarat (1997).
Analysis of genetic integrity
of banana planlets from in vitro culture
by Random Amplified Polymorphic
DNA (RAPD). Menara Perkebunan,
65(1),17-25.
Williams, J.G.K., A.R.Kubelik, K.J. Livak,
J.A. Rafalski & S.V.Tingey (1990).
DNA Polymorphism amplified by
arbitrary primers are useful as genetic
markers. Nuc. Acid Res., 18 (22), 6531-
6535.
Yap, I.V. & R.J. Nelson (1996). WinBoot.
IRRI Manila. p. 22-25.

Hama dan Penyakit Kelapa Sawit

Pengendalian hama dan penyakit tanaman

A. Penyakit

1. Penyakit Akar (Blast disease)
Gejala serangan :
- Tanaman tumbuh abnormal dan lemah
- Daun tanaman berubah menjadi berwarna kuning

Penyebab :
Jamur Rhizoctonia lamellifera dan Phytium sp.
Cara pengendalian :
- Melakukan kegiatan persemaian dengan baik
- Mengatur pengairan agar tidak terjadi kekeringan di pertanaman

2. Penyakit Busuk Pangkal Batang (Basal stem rot/Ganoderma)
Gejala serangan:
- Daun berwarna hijau pucat
- Jamur yang terbentuk sedikit
- Daun tua menjadi layu dan patah
- Dari tempat yang terinfeksi keluar getah
Penyebab :
Jamur Ganoderma applanatum, Ganoderma lucidum, dan Ganoderma pseudofferum.
Cara pengendalian dan pencegahan :
- Membongkar tanaman yang terserang dan selanjutnya dibakar
- Melakukan pembumbunan tanaman

3. Penyakit Busuk Batang Atas (Upper stem rot)
Gejala serangan:
- Warna daun yang terbawah berubah dan selanjutnya mati
- Batang yang berada sekitar 2 m di atas tanah membusuk
- Bagian yang busuk berwarna cokelat keabuan
Penyebab :
Jamur Fomex noxius.
Cara pengendalian :
- Melakukan pembongkaran tanaman yang terserang dan membuang bagian tanaman yang terserang
- Bekas luka selanjutnya ditutupi dengan obat penutup luka
4. Penyakit Busuk Kering Pangkal Batang (Dry basal rot)
Gejala serangan :
MAKSI
http://seafast.ipb.ac.id/maksi Powered by Joomla! Generated: 23 June, 2008, 06:13
Tandan buah membusuk dan pelepah daun bagian bawah patah.
Penyebab :
Jamur Ceratocytis paradoxa.
Cara pengendalian :
Membongkar tanaman yang terserang hebat dan selanjutnya dibakar.
5. Penyakit Busuk Kuncup (Spear rot)
Gejala serangan:
Jaringan pada kuncup (spear) membusuk dan berwarna kecokelatan.
Penyebab :
Belum diketahui dengan pasti.
Cara pengendalian : Memotong bagian kuncup yang terserang.
6.Penyakit Busuk Titk Tumbuh (Bud rot)
Gejala serangan :
- Kuncup tanaman membusuk sehingga mudah dicabut
- Aroma kuncup yang terserang berbau busuk
Penyebab :
Bakteri Erwinia.
Cara pengendalian :
Belum ada cara efektif untuk memberantas penyakit ini.
7. Penyakit Garis Kuning (Patch yellow)
Gejala serangan:
Terdapat bercak daun berbentuk lonjong berwarna kuning dan di bagian tengahnya berwarna cokelat.
Penyebab :
Jamur Fusarium oxysporum.
Cara pengendalian :
Melakukan inokulasi penyakit pada bibit dan tanaman muda. Hal ini bertujuan agar serangan penyakit di persemaian dan
pada tanaman muda dapat berkurang.
8. Penyakit Antraknosa (Anthracnose)
Gejala serangan :
- Terdapat bercak-bercak cokelat tua di ujung dan tepi daun
- Bercak-bercak dikelilingi warna kuning
- Bercak ini merupakan batas antara bagian daun yang sehat dan yang terserang
MAKSI
http://seafast.ipb.ac.id/maksi Powered by Joomla! Generated: 23 June, 2008, 06:13
Penyebab :
Jamur Melanconium sp., Glomerella cingulata, dan Botryodiplodia palmarum.
Cara pengendalian :
- Melakukan pengaturan jarak tanam, penyiraman secara teratur dan pemupukan berimbang
- Tanah yang menggumpal di akar harus disertakan pada waktu pemindahan bibit dari persemaian ke pembibitan utama.
Pengaplikasian Captan 0,2% atau Cuman 0,1%.
9. Penyakit Tajuk (Crown disease)
Gejala serangan :
Helai daun bagian tengah pelepah berukuran kecil-kecil dan sobek.
Penyebab:
Sifat genetik yang diturunkan dari tanaman induk.
Cara pengendalian :
Melakukan seleksi terhadap tanaman induk yang bersifat karier penyakit ini.
10. Penyakit Busuk Tandan (Bunch rot)
Gejala serangan:
Terdapat miselium berwarna putih di antara buah masak atau pangkal pelepah daun.
Penyebab :
Jamur Marasmius palmivorus.
Cara pengendalian :
Melakukan kastrasi, penyerbukan buatan dan menjaga sanitasi kebun, terutama pada musim hujan.
Pengaplikasian difolatan 0,2 %.
B. Hama
1. Nematoda (Rhadinaphelenchus cocophilus)
Gejala serangan :
- Daun terserang menggulung dan tumbuh tegak
- Warna daun berubah menjadi kuning dan selanjutnya mengering.
Cara pengendalian:
- Pohon yang terserang dibongkar dan selanjutnya dibakar
- Tanaman dimatikan dengan racun natrium arsenit
2. Tungau (Oligonychus sp.)
Gejala serangan :
MAKSI
http://seafast.ipb.ac.id/maksi Powered by Joomla! Generated: 23 June, 2008, 06:13
Daun yang terserang berubah warnanya menjadi berwarna perunggu mengkilat (bronz).
Cara pengendalian :
Pengaplikasian akasirida yang mengandung bahan aktif tetradifon 75,2 g/l.
3. Pimelephila ghesquierei
Gejala serangan :
Serangan menyebabkan lubang pada daun muda sehingga daun banyak yang patah.
Cara pengendalian :
- Serangan ringan dapat diatasi dengan memotong bagian yang terserang
- Pada serangan berat dilakukan penyemprotan parathion 0,02%.
4. Ulat api (Setora nitens, Darna trima dan Ploneta diducta)
Gejala serangan :
Daun yang terserang berlubang-lubang. Selanjutnya daun hanya tersisa tulang daunnya saja.
Cara pengendalian :
Pengaplikasian insektisida berbahan aktif triazofos 242 g/l, karbaril 85 % dan klorpirifos 200 g/l.
5. Ulat kantong (Metisa plana, Mahasena corbetti dan Crematosphisa pendula)
Gejala serangan:
- Daun yang terserang menjadi rusak, berlubang dan tidak utuh lagi
- Selanjutnya daun menjadi kering dan berwarna abu-abu.
Cara pengendalian :
Pengaplikasian timah arsetat dengan dosis 2,5 kg/ha atau dengan insektisida berbahan aktif triklorfon 707 g/l, dengan
dosis 1,5-2 kg/ha.
6. Belalang Valanga nigricornis dan Gastrimargus marmoratus
Gejala serangan:
Terdapat bekas gigitan pada bagian tepi daun yang terserang.
Cara pengendalian :
Pengendalian dapat dilakukan dengan mendatangkan burung pemangsanya.
7. Kumbang Oryctes rhinoceros
Gejala serangan :
Daun muda yang belum membuka dan pada pangkal daun berlubang-lubang.
Cara pengendalian :
Menggunakan parasit kumbang, seperti jamur Metharrizium anisopliae dan virus Baculovirus oryctes.
Melepaskan predator kumbang, seperti tokek, ular dan burung.
MAKSI
http://seafast.ipb.ac.id/maksi Powered by Joomla! Generated: 23 June, 2008, 06:13
8. Ngengat Tirathaba mundella (penggerek tandan buah)
Gejala serangan:
Terdapat lubang-lubang pada buah muda dan buah tua.
Cara pengendalian :
Pengaplikasian insektisida yang mengandung bahan aktif triklorfon 707 g/l atau andosulfan 350 g/l.
9. Tikus (Rattus tiomanicus dan <I>Rattus sp.)
Gejala serangan:
- Pertumbuhan bibit dan tanaman muda tidak normal
- Buah yang terserang menunjukkan bekas gigitan.
Cara pengendalian :
Melakukan pengemposan pada sarangnya atau mendatangkan predator tikus, seperti kucing, ular dan burung hantu.
MAKSI
http://seafast.

Peningkatan Efektivitas Pemupukan Kelapa Sawit

Kunci Sukses Pemupukan

1. Pemupukan 4 Tepat yakni :
a. Tepat Jenis
b. Tepat Dosis
c. Tepat Waktu
d. Tepat Cara

2. Efesiensi Pemupukan Perlu terus di tingkatkan
3. Pemilihan pupuk yg lebih ekonomis
4. Pemanfaatan bahan organic : Untuk meningkatkan kondisi Kimia/Fisik Tanah dan meningkatkan Efektifitas ketersediaan hara tanah.
5. pelaksanaan kultur teknis yang mendukung efektifitas pemupukan : penggunaan bahan tanaman yang baik , pelaksanaan penunasan/piringan pohon /pengendalian Hama,penyakit, pengendalian Gulma dan sesuai opengawetan tanah dan air yang baik.

Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Efesiensi Pemupukan

a. Penempatan Pupuk
b. Waktu Aplikasi
c. Keseimbangan Hara
d. Kondisi Gulma
e. Adanya Serangan Hama/Penyakit
f. Jumlah Pelepah
g. Keadaan Bangunan Konservasi ( Tapak Kuda ,Tapak Timbun )
h. Keseragaman Tanaman


Tepat Jenis


Makro : N,P,K,Ca,Mg,S
Jenis Pupuk Berdasar Kelompok
Kelompok B, Fe,Cu,Zn,Cl,Mn
Hara
Jumlah Unsur Tunggal : 1 Unsur N ( Urea )

Majemuk : 3 Unsur NPK


Padat Prill……Urea
Bentuk
Tablet.…Pupuk Tablet
Cair ……………………. Pupuk Cair

Binatang ……… Pupuk Kandang
Asal Organik Tanaman ………Pupun Tankos, Kompos
Mikro Bio

Alam / Tambang …………. RP, Kcl

Sintesis ……………………. Urea, TSP
PUPUK

Pelepasan Lambat Larut ………... RP, Dolomit
Cepat Larut …………… TSP, Urea

Biotik/ Abiotik Mineral …………. Pupuk In Organik
Biofertilizer …….. Pupuk Organik


Asam ………………………. ZA, Kiesrit
Sifat Netral ……………………… MOP
Basa ……………………….. RP, Dolomit


Jenis Dan Sifat Pupuk Untuk Tanaman Kelapa Sawit

Hama
Pupuk
Aspek Agronomis
N
Urea
1.45% N
2.Mudah Larut 9 1.030g/l
3.Reaksi Agak Masam
ZA
1. 21% N ; 24 % S
2.Mudah Larut ( 750g/l )
3.Reaksi Masam
P
SP-36
1. Total : 36% P2O5
2. Asam Sitrat: 34% P2O5
3. 5 % S
4. Mudah Larut
5. Reaksi agak Masam/ Netral
RP
1. Total : 28 P2 O5
2. Asam Sitrat:10% P2O5
3. 30 - 40 % CaO
4. Agak Sukar ( 0.125 g/l )
5. Reaksi Netral /Basa
K
KCl
1. 60 % K2O, 47 % Cl
2.Mudah Larut
3. Reaksi Netral
K2SO4
1. 50% K2O, 18 % S
2. Agak Sukar Larut
3. Reaksi agak Masam
Mg
Kiesrit
1. 27% MgO; 23% S
2. Agak Sukar Larut
3.Reaksi Agak Masam
Dolomit
1. 18% MgO; 30% CaO
2. Sukar Larut
3. Reaksi Basa

Tepat Waktu

Waktu Pemupukan
Waktu Pemupukan perlu di sesuaikan dengan kondisi curah Hujan. Pemupukan yg optimum dengan kondisi curah hujan. Pemupukan yg Optimum dilakukan pada bulan-bulan dengan curah hujan 100 – 200 mm/bulan.
Dalam Pengaplikasian di lapangan perkebunan Kelapa Sawit dapat dilakukan pedoman waktu pemupukan sebagai berikut :
a. waktu mulai pemupukan adalah : bila sudah turun hujan 50 mm/10 hari ( awal musim hujan)
b. waktu harus berhenti pemupukan ( Terutama pupuk N ):
- Bila Priode terpanjang tidak hujan (hari tidak hujan berturut-turut )
- Jumlah hari hujan > 20 hari/bulan ( terlalu basah atau banyak hujan )
- Intensitas hujan harian tinggi > 30 mm/hari ( terlalu basah atau kelebihan hujan )
- Tanah jenuh air (lewat Kapasitas Lapang atau air sudah tergenang ) karena hujan terus menerus.

1pertumbuhan terhambat [stressed]

bibit kelapa sawit dipembibitan awal umur 4 bulan yang pertumbuhannya tertekan.

Deskeripsi
Tingi bibit kurang dari 25c,jumlah daun=2]jumlah daun normal=4]dan bogol tidak
Kelihatan dipermuka an tanah dalam polibeg

Penyebab
Tertekannya pertumbuhan ini karna paktor kultur teknis khususnya penanaman kecmbah
Yang terlalu dalam yaitu lebih dari2cm,yang menyebabkan cangkang tertutup oleh tanah.
Hal ini mengakibatkan terhambatnya perkembangan plumula untuk menembus permukaan tanah,yang padaakhirnya mengganggu pembentukan daundan peruses assimiliasi

Pengendalian
Hindari penanaman lebih dalam dari1c,dan penutupan cangkang oleh tanah.gunakan tanah topsoil yang sudah di ayak dan lakukan pengawasan penanaman yang keta.
Apabila setelah berumur 3minggu plumula belum muncul dipermukaan tanah,maka perlu pemeriksaan dan penmgurangan tebal tanah yang menutupinya.


Daun berputar [twisted leaf]
Bibit kelapa dipembibitan awal umur 4bulan yang pertubuhan daunnya berputar twisted leaf

Deskeripsi

Daun tumbuh berputar,jumlah daun lebih kecil disbanding dengan bibt seumur.biasanya bonggol tidak kelihatan dipermukan tanah dalam polibek.

Penyebab
Berputarnya pertumbuhan daun dipembibitan awal disebabkan oleh kesalahan kultur tehnis,yaitu penanaman kecambah dengan posisi plumula terbalik atau kecambah terlalu pendek

Pengendalian
Hindari penanaman kecambah yang panjang nya kurang dari 0,5cm, agar dapat dengan mudah dibedakan antara pumula,[bakal daun]dan raqdikul[bakal akar]
Pelatihan atau pengenalan bentuk dan warna kecambah kepada petugas lapangan,
Plumula berwarna kehijauan dengan bulu halus yang berwarna agak kehijauan,sedang radikula berwarna kuning gading dan berbulu.

3daun berkerut [crinkled leaf]
bibit kelapa sawit dipembibitan awal umur 4bulan yang di pinggir,ujung dan permukaan daunnya berkerut [crinkled leaf]
Deskeripsi
permukaan helae daun berkerut dan rapuh jika di remas,pertumbuhan bibit tertekan,tanaman lebih pendek dan bonggol lebih kecil di bandingkan dengan bibit normal sedangkan jumlah daun tetap norm

GEJALA KEKURANGAN UNSUR HARA

Kekurangan salah satu atau beberapa unsur hara akan mengakibatkan pertumbuhan tanaman tidak sebagaimana mestinya yaitu ada kelainan atau penyimpangan-penyimpangan dan banyak pula tanaman yang mati muda.
Gejala kekurangan ini cepat atau lambat akan terlihat pada tanaman, tergantung pada jenis dan sifat tanaman. Ada tanaman yang cepat sekali memperlihatkan tanda-tanda kekurangan atau sebaliknya ada yang lambat. Pada umumnya pertama-tama akan terlihat pada bagian tanaman yang melakukan kegiatan fisiologis terbesar yaitu pada bagian yang ada di atas tanah terutama pada daun-daunnya.
Bila tidak ada faktor lain yang mempengaruhi, maka tanda-tanda kekurangan unsur hara terlihat sebagai berikut:
1. Kekurangan unsur hara Nitrogen (N)
a. Warna daun hijau agak kekuning-kuningan dan pada tanaman padi warna ini mulai dari ujung daun menjalar ke tulang daun selanjutnya berubah menjadi kuning lengkap, sehingga seluruh tanaman berwarna pucat kekuning-kuningan. Jaringan daun mati dan inilah yang menyebabkan daun selanjutnya menjadi kering dan berwarna merah kecoklatan.
b. Pertumbuhan tanaman lambat dan kerdil
c. Perkembangan buah tidak sempurna atau tidak baik, seringkali masak sebelum waktunya
d. Dapat menimbulkan daun penuh dengan serat, hal ini dikarenakan menebalnya membran sel daun sedangkan selnya sendiri berukuran kecil-kecil
e. Dalam keadaan kekurangan yang parah, daun menjadi kering, dimulai dari bagian bawah terus ke bagian atas
2. Kekurangan unsur hara Fosfor (P)
a. Terhambatnya pertumbuhan sistem perakaran, batang dan daun
b. Warna daun seluruhnya berubah menjadi hijau tua/keabu-abuan, mengkilap, sering pula terdapat pigmen merah pada daun bagian bawah, selanjutnya mati. Pada tepi daun, cabang dan batang terdapat warna merah ungu yang lambat laun berubah menjadi kuning.
c. Hasil tanaman yang berupa bunga, buah dan biji merosot. Buahnya kerdil-kerdil, nampak jelek dan lekas matang
3. Kekurangan unsur hara Kalium (K)
Defisiensi/kekurangan Kalium memang agak sulit diketahui gejalanya, karena gejala ini jarang ditampakkan ketika tanaman masih muda.
a. Daun-daun berubah jadi mengerut alias keriting (untuk tanaman kentang akan menggulung) dan kadang-kadang mengkilap terutama pada daun tua, tetapi tidak merata. Selanjutnya sejak ujung dan tepi daun tampak menguning, warna seperti ini tampak pula di antara tulang-tulang daun pada akhirnya daun tampak bercak-bercak kotor (merah coklat), sering pula bagian yang berbercak ini jatuh sehingga daun tampak bergerigi dan kemudian mati
b. Batangnya lemah dan pendek-pendek, sehingga tanaman tampak kerdil
c. Buah tumbuh tidak sempurna, kecil, mutunya jelek, hasilnya rendah dan tidak tahan disimpan
d. Pada tanaman kelapa dan jeruk, buah mudah gugur
e. Bagi tanaman berumbi, hasil umbinya sangat kurang dan kadar hidrat arangnya demikian rendah
Khusus untuk tanaman padi, gejala kekurangan unsur Kalium dapat dijelaskan sebagai berikut:a. Daun
Daun tanaman padi yang kekurangan Kalium akan berwarna hijau gelap dengan banyaknya bintik-bintik yang warnanya yang menyerupai karat. Bintik-bintik itu pertama-tama muncul pada bagian atas daun yang sudah tua, ujung daun dan tepi daun menjadi seperti terbakar (necrotic), berwarna coklat kemerahan atau coklat kuning. Daun-daun tua, khususnya di tengah hari akan terkulai dan daun-daun muda menggulung ke arah atas dan memperlihatkan gejala-gejala kekurangan air
b. Batang
Batang tanaman padi yang kekurangan Kalium akan tumbuh pendek dan kurus. Dan kebanyakan varietas-varietas padi yang kekurangan Kalium lebih mudah rebah
c. Akar
Pertumbuhan akar biasanya sangat terbatas, ujung akar akan tumbuh kurus dan pendek, dan akar selalu cenderung berwarna gelam dan hitam. Akar-akar cabang dan akar rambat sangat kurus dan selalu memperlihatkan gejala pembusukan akar.
d. Bulir dan Malai
Pertumbuhannya akan pendek dan umumnya mempunyai persentase kehampaan buah yang tinggi. Sedang jumlah bulir yang berisi untuk setiap helainya akan rendah, bulir-bulir padi akan berukuran kecil dan tidak teratur bentuknya, mutu dan berat 1.000 bulir akan berkurang, persentase bulir-bulir yang tidak berkembang dan tidak dewasa bertambah.
4. Kekurangan unsur hara Kalsium (Ca)
a. Daun-daun muda selain berkeriput mengalami perubahan warna, pada ujung dan tepi-tepinya klorosis (berubah menjadi kuning) dan warna ini menjalar di antara tulang-tulang daun, jaringan-jaringan daun pada beberapa tempat mati
b. Kuncup-kuncup muda yang telah tumbuh akan mati
c. Pertumbuhan sistem perakarannya terhambat, kurang sempurna malah sering salah bentuk
d. Pertumbuhan tanaman demikian lemah dan menderita
5. Kekurangan unsur hara Magnesium (Mg)
a. Daun-daun tua mengalami klorosis (berubah menjadi kuning) dan tampak di antara tulang-tulang daun, sedang tulang-tulang daun itu sendiri tetap berwarna hijau. Bagian di antara tulang-tulang daun itu secara teratur berubah menjadi kuning dengan bercak-bercak merah kecoklatan
b. Daun-daun mudah terbakar oleh teriknya sinar matahari karena tidak mempunyai lapisan lilin, karena itu banyak yang berubah warna menjadi coklat tua/kehitaman dan mengkerut
c. Pada tanaman biji-bijian, daya tumbuh biji kurang/lemah, malah kalau toh ia tetap tumbuh maka ia akan nampak lemah sekali.
6. Kekurangan unsur hara Belerang (S)
a. Daun-daun muda mengalami klorosis (berubah menjadi kuning), perubahan warna umumnya terjadi pada seluruh daun muda, kadang mengkilap keputih-putihan dan kadang-kadang perubahannya tidak merata tetapi berlangsung pada bagian daun selengkapnya
b. Perubahan warna daun dapat pula menjadi kuning sama sekali, sehingga tanaman tampak berdaun kuning dan hijau, seperti misalnya gejala-gejala yang tampak pada daun tanaman teh di beberapa tempat di Kenya yang terkenal dengan sebutan”Tea Yellow” atau”Yellow Disease”
c. Tanaman tumbuh terlambat, kerdil, berbatang pendek dan kurus, batang tanaman berserat, berkayu dan berdiameter kecil
d. Pada tanaman tebu yang menyebabkan rendemen gula rendah
e. Jumlah anakan terbatas.
7. Kekurangan unsur hara Besi (Fe)
Defisiensi (kekurangan) zat besi sesungguhnya jarang terjadi. Terjadinya gejala-gejala pada bagian tanaman (terutama daun) kemudian dinyatakan sebagai kekurangan tersedianya zat besi adalah karena tidak seimbang tersedianya zat Fe dengan zat kapur (Ca) pada tanah yang berlebihan kapur dan yang bersifat alkalis. Jadi masalah ini merupakan masalah pada daerah-daerah yang tanahnya banyak mengandung kapur.a. Gejala-gejala yang tampak pada daun muda, mula-mula secara setempat-setempat berwarna hijau pucat atau hijau kekuning-kuningan, sedangkan tulang daun tetap berwarna hijau serta jaringan-jaringannya tidak mati
b. Selanjutnya pada tulang daun terjadi klorosis, yang tadinya berwarna hijau berubah menjadi kuning dan ada pula yang menjadi putih
c. Gejala selanjutnya yang lebih hebat terjadi pada musim kemarau, daun-daun muda banyak yang menjadi kering dan berjatuhan
d. Pertumbuhan tanaman seolah terhenti akibatnya daun berguguran dan akhirnya mati mulai dari pucuk.
8. Kekurangan unsur hara Mangan (Mn)
Gejala kekurangan Mangan (Mn) hampir sama dengan gejala kekurangan Besi (Fe) pada tanaman, yaitu:a. Pada daun-daun muda di antara tulang-tulang dan secara setempat-setempat terjadi klorosis dari warna hijau menjadi warna kuning yang selanjutnya menjadi putih
b. Tulang-tulang daunnya tetap berwarna hijau, ada yang sampai kebagian sisi-sisi dari tulang
c. Jaringan-jaringan pada bagian daun yang klorosis mati sehingga praktis bagian-bagian tersebut mati, mengering, ada kalanya yang terus mengeriput dan ada pula yang jatuh sehingga daun tampak menggerigi
d. Pertumbuhan tanaman menjadi kerdil, terutama pada tanaman sayuran tomat, seledri, kentang dan lain-lain, begitu juga pada tanaman jeruk, tembakau dan kedelai
e. Pada tanaman gandum, bagian tengah helai daun berwarna coklat, kemudian patah
f. Pembentukan biji-bijian kurang baik (jelek).
9. Kekurangan unsur hara Tembaga/Cuprum(Cu)
Kekurangan unsur hara Tembaga (Cu) acapkali ditemukan pada tanah-tanah organik yang agak asam, tanda-tandanya dapat dilihat sebagai berikut:a. Pada bagian daun, terutama daun-daun yang masih muda tampak layu dan kemudian mati (die back), sedang ranting-rantingnya berubah warna pula menjadi coklat dan mati pula
b. Ujung daun secara tidak merata sering ditemukan layu, malah kadang-kadang klorosis, sekalipun jaringan-jaringannya tidak ada yang mati
c. Pada tanaman jeruk kekurangan unsur hara tembaga ini menyebabkan daun berwarna hijau gelap dan berukuran besar, ranting berwarna coklat dan mati, buah kecil dan berwarna coklat
d. Pada bagian buah, buah-buahan tanaman pada umumnya kecil-kecil warna coklat dan bagian dalamnya didapatkan sejenis perekat (gum).
10. Kekurangan unsur hara Seng/Zincum (Zn)
a. Terjadi penyimpangan pertumbuhan pada bagian daun-daun yang tua, yaitu:* Bentuknya lebih kecil dan sempit daripada bentuk umumnya
* Klorosis terjadi di antara tulang-tulang daun
* Daun mati sebelum waktunya, kemudian berguguran dimulai dari daun-daun yang ada di bagian bawah menuju ke puncak
b. Pada padi sawah gejala terlihat 2 - 4 minggu setelah tanam, yaitu adanya pemutihan di bagian tengah daun. Kekurangan yang parah menyebabkan daun tidak mau terbuka
c. Pada tanaman jagung gejala terlihat 1 - 2 minggu setelah bibit muncul di permukaan tanah, daun-daun muda menunjukkan garis-garis kuning dan terus menguning sampai ke dasar daun, sedang tepi daun tetap hijau
d. Pada kacang tanah gejala terlihat setelah tanaman berumur 1 bulan, mula-mula jaringan di antara urat-urat dan nampak menguning dan akhirnya hanya pada urat-urat daun saja akan tetap hijau. Tanaman kerdil dan polong sedikit.
11. Kekurangan unsur hara Molibden (Mo)
a. Secara umum daun-daun mengalami perubahan, kadang-kadang mengalami pengkerutan terlebih dahulu sebelum mengering dan mati. Mati pucuk (die back) biasa pula terjadi pada tanaman yang kekurangan unsur hara Mo
b. Pertumbuhan tanaman tidak normal, terutama pada tanaman sayuran. Daun keriput dan mengering.
12. Kekurangan unsur hara Borium (Bo)
Walaupun unsur hara Bo hanya sedikit saja yang diperlukan tanaman bagi pertumbuhannya, tetapi kalau unsur ini tidak tersedia bagi tanaman gejalanya cukup serius.a. Daun-daun yang masih muda terjadi klorosis, secara setempat-setempat pada permukaan daun bawah yang selanjutnya menjalar kebagian tepi-tepinya. Jaringan daun mati
b. Daun yang baru muncul tumbuh kerdil, kuncup-kuncup mati dan berwarna kehitaman atau coklat
c. Dapat menimbulkan penyakir fisiologis, khususnya pada tanaman sayuran, tembakau dan apel. Malah pada jagung bisa menimbulkan tongkol tanpa biji sama sekali
d. Pada umbi-umbian pertumbuhannya kerdil, terdapat bercak-bercak atau lubang berwarna hitam pada umbi
e. Pada tanaman bayam dan selada pucuk tanaman tumbuh tidak sempurna dan berwarna hitam
d. Tangkai daun seledri membentuk celah-celah dan garis-garis tak teratur berwarna coklat. Anak-anak daun seledri berbercak-bercak coklat.
13. Kekurangan unsur hara Klorida (Cl)
a. Dapat menimbulkan gejala pertumbuhan daun yang kurang normal terutama pada tanaman sayur-sayuran, daun tampak kurang sehat dan berwarna tembaga
b. Kadang-kadang pertumbuhan tanaman tomat, gandum dan kapas menunjukkan gejala seperti di atas.

GEJALA KEKURANGAN UNSUR HARA

Kekurangan salah satu atau beberapa unsur hara akan mengakibatkan pertumbuhan tanaman tidak sebagaimana mestinya yaitu ada kelainan atau penyimpangan-penyimpangan dan banyak pula tanaman yang mati muda.
Gejala kekurangan ini cepat atau lambat akan terlihat pada tanaman, tergantung pada jenis dan sifat tanaman. Ada tanaman yang cepat sekali memperlihatkan tanda-tanda kekurangan atau sebaliknya ada yang lambat. Pada umumnya pertama-tama akan terlihat pada bagian tanaman yang melakukan kegiatan fisiologis terbesar yaitu pada bagian yang ada di atas tanah terutama pada daun-daunnya.
Bila tidak ada faktor lain yang mempengaruhi, maka tanda-tanda kekurangan unsur hara terlihat sebagai berikut:
1. Kekurangan unsur hara Nitrogen (N)
a. Warna daun hijau agak kekuning-kuningan dan pada tanaman padi warna ini mulai dari ujung daun menjalar ke tulang daun selanjutnya berubah menjadi kuning lengkap, sehingga seluruh tanaman berwarna pucat kekuning-kuningan. Jaringan daun mati dan inilah yang menyebabkan daun selanjutnya menjadi kering dan berwarna merah kecoklatan.
b. Pertumbuhan tanaman lambat dan kerdil
c. Perkembangan buah tidak sempurna atau tidak baik, seringkali masak sebelum waktunya
d. Dapat menimbulkan daun penuh dengan serat, hal ini dikarenakan menebalnya membran sel daun sedangkan selnya sendiri berukuran kecil-kecil
e. Dalam keadaan kekurangan yang parah, daun menjadi kering, dimulai dari bagian bawah terus ke bagian atas
2. Kekurangan unsur hara Fosfor (P)

a. Terhambatnya pertumbuhan sistem perakaran, batang dan daun
b. Warna daun seluruhnya berubah menjadi hijau tua/keabu-abuan, mengkilap, sering pula terdapat pigmen merah pada daun bagian bawah, selanjutnya mati. Pada tepi daun, cabang dan batang terdapat warna merah ungu yang lambat laun berubah menjadi kuning.
c. Hasil tanaman yang berupa bunga, buah dan biji merosot. Buahnya kerdil-kerdil, nampak jelek dan lekas matang
3. Kekurangan unsur hara Kalium (K)
Defisiensi/kekurangan Kalium memang agak sulit diketahui gejalanya, karena gejala ini jarang ditampakkan ketika tanaman masih muda.
a. Daun-daun berubah jadi mengerut alias keriting (untuk tanaman kentang akan menggulung) dan kadang-kadang mengkilap terutama pada daun tua, tetapi tidak merata. Selanjutnya sejak ujung dan tepi daun tampak menguning, warna seperti ini tampak pula di antara tulang-tulang daun pada akhirnya daun tampak bercak-bercak kotor (merah coklat), sering pula bagian yang berbercak ini jatuh sehingga daun tampak bergerigi dan kemudian mati
b. Batangnya lemah dan pendek-pendek, sehingga tanaman tampak kerdil
c. Buah tumbuh tidak sempurna, kecil, mutunya jelek, hasilnya rendah dan tidak tahan disimpan
d. Pada tanaman kelapa dan jeruk, buah mudah gugur
e. Bagi tanaman berumbi, hasil umbinya sangat kurang dan kadar hidrat arangnya demikian rendah
Khusus untuk tanaman padi, gejala kekurangan unsur Kalium dapat dijelaskan sebagai berikut:a. Daun
Daun tanaman padi yang kekurangan Kalium akan berwarna hijau gelap dengan banyaknya bintik-bintik yang warnanya yang menyerupai karat. Bintik-bintik itu pertama-tama muncul pada bagian atas daun yang sudah tua, ujung daun dan tepi daun menjadi seperti terbakar (necrotic), berwarna coklat kemerahan atau coklat kuning. Daun-daun tua, khususnya di tengah hari akan terkulai dan daun-daun muda menggulung ke arah atas dan memperlihatkan gejala-gejala kekurangan air
b. Batang
Batang tanaman padi yang kekurangan Kalium akan tumbuh pendek dan kurus. Dan kebanyakan varietas-varietas padi yang kekurangan Kalium lebih mudah rebah
c. Akar
Pertumbuhan akar biasanya sangat terbatas, ujung akar akan tumbuh kurus dan pendek, dan akar selalu cenderung berwarna gelam dan hitam. Akar-akar cabang dan akar rambat sangat kurus dan selalu memperlihatkan gejala pembusukan akar.
d. Bulir dan Malai
Pertumbuhannya akan pendek dan umumnya mempunyai persentase kehampaan buah yang tinggi. Sedang jumlah bulir yang berisi untuk setiap helainya akan rendah, bulir-bulir padi akan berukuran kecil dan tidak teratur bentuknya, mutu dan berat 1.000 bulir akan berkurang, persentase bulir-bulir yang tidak berkembang dan tidak dewasa bertambah.
4. Kekurangan unsur hara Kalsium (Ca)

a. Daun-daun muda selain berkeriput mengalami perubahan warna, pada ujung dan tepi-tepinya klorosis (berubah menjadi kuning) dan warna ini menjalar di antara tulang-tulang daun, jaringan-jaringan daun pada beberapa tempat mati
b. Kuncup-kuncup muda yang telah tumbuh akan mati
c. Pertumbuhan sistem perakarannya terhambat, kurang sempurna malah sering salah bentuk
d. Pertumbuhan tanaman demikian lemah dan menderita
5. Kekurangan unsur hara Magnesium (Mg)

a. Daun-daun tua mengalami klorosis (berubah menjadi kuning) dan tampak di antara tulang-tulang daun, sedang tulang-tulang daun itu sendiri tetap berwarna hijau. Bagian di antara tulang-tulang daun itu secara teratur berubah menjadi kuning dengan bercak-bercak merah kecoklatan
b. Daun-daun mudah terbakar oleh teriknya sinar matahari karena tidak mempunyai lapisan lilin, karena itu banyak yang berubah warna menjadi coklat tua/kehitaman dan mengkerut
c. Pada tanaman biji-bijian, daya tumbuh biji kurang/lemah, malah kalau toh ia tetap tumbuh maka ia akan nampak lemah sekali.
6. Kekurangan unsur hara Belerang (S)

a. Daun-daun muda mengalami klorosis (berubah menjadi kuning), perubahan warna umumnya terjadi pada seluruh daun muda, kadang mengkilap keputih-putihan dan kadang-kadang perubahannya tidak merata tetapi berlangsung pada bagian daun selengkapnya
b. Perubahan warna daun dapat pula menjadi kuning sama sekali, sehingga tanaman tampak berdaun kuning dan hijau, seperti misalnya gejala-gejala yang tampak pada daun tanaman teh di beberapa tempat di Kenya yang terkenal dengan sebutan”Tea Yellow” atau”Yellow Disease”
c. Tanaman tumbuh terlambat, kerdil, berbatang pendek dan kurus, batang tanaman berserat, berkayu dan berdiameter kecil
d. Pada tanaman tebu yang menyebabkan rendemen gula rendah
e. Jumlah anakan terbatas.
7. Kekurangan unsur hara Besi (Fe)
Defisiensi (kekurangan) zat besi sesungguhnya jarang terjadi. Terjadinya gejala-gejala pada bagian tanaman (terutama daun) kemudian dinyatakan sebagai kekurangan tersedianya zat besi adalah karena tidak seimbang tersedianya zat Fe dengan zat kapur (Ca) pada tanah yang berlebihan kapur dan yang bersifat alkalis. Jadi masalah ini merupakan masalah pada daerah-daerah yang tanahnya banyak mengandung kapur.a. Gejala-gejala yang tampak pada daun muda, mula-mula secara setempat-setempat berwarna hijau pucat atau hijau kekuning-kuningan, sedangkan tulang daun tetap berwarna hijau serta jaringan-jaringannya tidak mati
b. Selanjutnya pada tulang daun terjadi klorosis, yang tadinya berwarna hijau berubah menjadi kuning dan ada pula yang menjadi putih
c. Gejala selanjutnya yang lebih hebat terjadi pada musim kemarau, daun-daun muda banyak yang menjadi kering dan berjatuhan
d. Pertumbuhan tanaman seolah terhenti akibatnya daun berguguran dan akhirnya mati mulai dari pucuk.
8. Kekurangan unsur hara Mangan (Mn)
Gejala kekurangan Mangan (Mn) hampir sama dengan gejala kekurangan Besi (Fe) pada tanaman, yaitu:a. Pada daun-daun muda di antara tulang-tulang dan secara setempat-setempat terjadi klorosis dari warna hijau menjadi warna kuning yang selanjutnya menjadi putih
b. Tulang-tulang daunnya tetap berwarna hijau, ada yang sampai kebagian sisi-sisi dari tulang
c. Jaringan-jaringan pada bagian daun yang klorosis mati sehingga praktis bagian-bagian tersebut mati, mengering, ada kalanya yang terus mengeriput dan ada pula yang jatuh sehingga daun tampak menggerigi
d. Pertumbuhan tanaman menjadi kerdil, terutama pada tanaman sayuran tomat, seledri, kentang dan lain-lain, begitu juga pada tanaman jeruk, tembakau dan kedelai
e. Pada tanaman gandum, bagian tengah helai daun berwarna coklat, kemudian patah
f. Pembentukan biji-bijian kurang baik (jelek).
9. Kekurangan unsur hara Tembaga/Cuprum(Cu)
Kekurangan unsur hara Tembaga (Cu) acapkali ditemukan pada tanah-tanah organik yang agak asam, tanda-tandanya dapat dilihat sebagai berikut:a. Pada bagian daun, terutama daun-daun yang masih muda tampak layu dan kemudian mati (die back), sedang ranting-rantingnya berubah warna pula menjadi coklat dan mati pula
b. Ujung daun secara tidak merata sering ditemukan layu, malah kadang-kadang klorosis, sekalipun jaringan-jaringannya tidak ada yang mati
c. Pada tanaman jeruk kekurangan unsur hara tembaga ini menyebabkan daun berwarna hijau gelap dan berukuran besar, ranting berwarna coklat dan mati, buah kecil dan berwarna coklat
d. Pada bagian buah, buah-buahan tanaman pada umumnya kecil-kecil warna coklat dan bagian dalamnya didapatkan sejenis perekat (gum).
10. Kekurangan unsur hara Seng/Zincum (Zn)

a. Terjadi penyimpangan pertumbuhan pada bagian daun-daun yang tua, yaitu:* Bentuknya lebih kecil dan sempit daripada bentuk umumnya
* Klorosis terjadi di antara tulang-tulang daun
* Daun mati sebelum waktunya, kemudian berguguran dimulai dari daun-daun yang ada di bagian bawah menuju ke puncak
b. Pada padi sawah gejala terlihat 2 - 4 minggu setelah tanam, yaitu adanya pemutihan di bagian tengah daun. Kekurangan yang parah menyebabkan daun tidak mau terbuka
c. Pada tanaman jagung gejala terlihat 1 - 2 minggu setelah bibit muncul di permukaan tanah, daun-daun muda menunjukkan garis-garis kuning dan terus menguning sampai ke dasar daun, sedang tepi daun tetap hijau
d. Pada kacang tanah gejala terlihat setelah tanaman berumur 1 bulan, mula-mula jaringan di antara urat-urat dan nampak menguning dan akhirnya hanya pada urat-urat daun saja akan tetap hijau. Tanaman kerdil dan polong sedikit.
11. Kekurangan unsur hara Molibden (Mo)

a. Secara umum daun-daun mengalami perubahan, kadang-kadang mengalami pengkerutan terlebih dahulu sebelum mengering dan mati. Mati pucuk (die back) biasa pula terjadi pada tanaman yang kekurangan unsur hara Mo
b. Pertumbuhan tanaman tidak normal, terutama pada tanaman sayuran. Daun keriput dan mengering.
12. Kekurangan unsur hara Borium (Bo)
Walaupun unsur hara Bo hanya sedikit saja yang diperlukan tanaman bagi pertumbuhannya, tetapi kalau unsur ini tidak tersedia bagi tanaman gejalanya cukup serius.a. Daun-daun yang masih muda terjadi klorosis, secara setempat-setempat pada permukaan daun bawah yang selanjutnya menjalar kebagian tepi-tepinya. Jaringan daun mati
b. Daun yang baru muncul tumbuh kerdil, kuncup-kuncup mati dan berwarna kehitaman atau coklat
c. Dapat menimbulkan penyakir fisiologis, khususnya pada tanaman sayuran, tembakau dan apel. Malah pada jagung bisa menimbulkan tongkol tanpa biji sama sekali
d. Pada umbi-umbian pertumbuhannya kerdil, terdapat bercak-bercak atau lubang berwarna hitam pada umbi
e. Pada tanaman bayam dan selada pucuk tanaman tumbuh tidak sempurna dan berwarna hitam
d. Tangkai daun seledri membentuk celah-celah dan garis-garis tak teratur berwarna coklat. Anak-anak daun seledri berbercak-bercak coklat.
13. Kekurangan unsur hara Klorida (Cl)

a. Dapat menimbulkan gejala pertumbuhan daun yang kurang normal terutama pada tanaman sayur-sayuran, daun tampak kurang sehat dan berwarna tembaga
b. Kadang-kadang pertumbuhan tanaman tomat, gandum dan kapas menunjukkan gejala seperti di atas.